“Aku tahu ini salah. Tapi tiap kali anakku rewel tuh
bawaannya tanganku gatel pingin nyubit gitu. Refleks aja gitu. Jadi langsung
flashback pas dulu Ibu suka main tangan sama aku.”
“Dulu, aku lihat sendiri sedihnya Ibu pas tahu Ayah
selingkuh. Sekarang, aku susah sekali percaya sama laki laki. Gimana aku bisa
nikah ya?”
“Aku tuh paling takut sama kondisi baru. Pinginnya di zona
aman. Udah gini ya udah gini aja, takut gagal.”
“Aku sampai sekarang juga nggak pernah PD ngelakuin sesuatu.”
Pernah nggak sih teman teman memandang segala sesuatu atau
punya reaksi terhadap sesuatu yang dipengaruhi masa lalu, kayak misal cara
orang tua memperlakukan kita atau lingkungan memperlakukan kita gitu?
Aku pribadi banyak sekali kejadian masa lalu yang membekas,
susah hilang dan kadang langsung mempengaruhi cara berpikir dan cara bersikap
aku sampai saat ini. Tiba tiba muncul udah kayak melihara monster dalam tubuh.
Kalau udah baru deh nyesel. Tapi besoknya dilakuin lagi dilakuin lagi, dilakuin
terus.
Tak ingin menularkan rantai pola asuh yang sama dan melukai
orang lain karena dirinya sendiri terluka tapi tak berdarah, jadi aku rajin
banget ikut kulwap yang membahas tentang parenting, metode pengasuhan dan
pengendalian diri. Dan aku baru saja ikut kulwap tentang innerchild plus
bagaimana cara berdamai dengan masa lalu. Narasumbernya adalah Ibu Jayaning
Hartami, S.Psi, M.Psi.T
Baca juga :
Ada yang baru pertama kali denger innerchild nggak? Aku
yakin pasti teman teman udah pernah dengar karena pembahasan ini juga menurut
ku lagi banyak diperbincangkan ya.
APA ITU INNERCHILD?
Innerchild adalah bagian dari kepribadian kita sebagai orang dewasa yang berisi kenangan dari masa kecil kita. Baik berupa pengalaman, emosi, kebiasaan, dan sebagainya.
Kadang kita nggak sadar tentang apa yang kita alami di masa
lalu gitu ya, tapi ternyata ada bagian bagian kebiasaan atau pengalaman yang
membentuk sifat dan karakter kita sekarang, bisa jadi sangat memperngaruhi
perilaku, pola pikir, maupun cara kita mengambil keputusan.
Contohnya,
“Aku tuh paling takut
sama kondisi baru. Pinginnya di zona aman. Udah gini ya udah gini aja, takut
gagal.”
Setelah ditelisik, ternyata si mbak ini dulunya saat masih
kecil memang dididik oleh orang tua yang gaya berpikirnya pesimis. Belum dikerjain
udah pesimis duluan.
Pas balita, “Eh jangan naik. Nanti jatuh lho.”
Pas SD, “Udah nggak usah ikut lomba itu. Paling kamu juga
kalah.”
Pas SMP, “Udah daftar SMP yang ini aja, kalau yang itu kamu
belum tentu lolos.”
Well, apa yang terjadi? Saat dewasa si mbak tumbuh menjadi
pribadi yang pesimis juga. Kalau dia nggak concern terhadap dirinya sendiri,
dia juga akan menularkan budaya pesimis ke anaknya. Begitu terus sampai tujuh
turunan. Sedih khan?
Begitu juga dengan anak anak korban kekerasan orang tuanya;
ditempeleng, ditampar, disabet ikat pinggang, diseret sampai terkencing
kencing, diinjak. Bukannya tidak mungkin dia menjadi orang tua yang sama
seperti orang tuanya dulu khan?
Fenomena ini pun ternyata ada istilahnya, lho. Namanya ghost
of parenting ; berbagai hal yang mempengaruhi cara parenting kita, yang
merupakan “hantu” dari masa lalu yang pernah kita alami saat masih kecil dulu.
Memori memori masa kecil macam ini yang dinamakan innerchild.
Apakah bisa disembuhkan? TIDAK. Innerchild nggak bisa disembuhkan karena memori
itu sudah terjadi, melekat dalam tubuh dan ingatan kita. Tapi, kita bisa berdamai dengan
masa lalu dan memutus rantai setan itu.
Memang sih innerchild ini nggak serta merta keluar tiap
saat. Misalnya sebagai istri dan ibu. Kalau anak lagi ceria dan suami bisa
diajak kerjasama sih kita sangat oke. Nah, begitu anak rewel atau ditambah lagi
suami Cuma marah marah dan menyalahkan gitu, maka innerchild itu akan muncul.
Bisa jadi kalau dulu kita sering lihat Ibu kita suka minggat, kita pun akan
punya kecenderungan yang sama; pergi dari rumah saat marah. Saat kita normal
sih kita tahu itu adalah perbuatan yang nggak baik, bisa menyakiti pasangan dan
anak. Lah tapi di saat terjepit dan marah, justru reaksi minggat itu yang
menjadi refleks pertama kita.
Yes, cara bertengkar dengan pasangan kita saat ini , bisa
jadi kita lakukan sama persis seperti yang dulu kita saksikan terjadi pada
orang tua kita. Serem khan?
Itu mengapa kita harus memutus rantai setan itu, supaya apa
yang kita rasakan dulu juga nggak dirasakan oleh orang orang tersayang kita.
Ingat, orang yang tersakiti cenderung akan menyakiti juga.
4B, 4 Tahapan untuk berdamai dengan masa lalu
1.Berani Mengakui
Langkah pertama dari segalanya adalah kita berani mengakui
bahwa emosi negatif ini adalah hal yang salah dan harus dihentikan.
Kita harus berani mengakui dengan jujur, termasuk jujur
dalam menganalisa diri sendiri; darimanakah pola pola negatif ini kita
pelajari? Karena bisa jadi bukan dari orang tua tapi dari lingkungan. Misalnya
sekarang kita nggak pernah merasa PD karena ternyata dulu kita adalah korban
bullying.
Atau sekarang kita dengan mudahnya melempar barang karena
ternyata dulu seringkali lihat bapak kita suka ngobrak abrik rumah saat marah.
2. Berani Mengungkapkan
Setelah menemukan apa yang menjadi innerchild kita, kita
harus berbagi cerita kepada orang yang kita percaya untuk mencari emotional
support.
Pemateri menyampaikan, bagi yang sudah menikah hendaknya
bercerita kepada suaminya. Lalu, dukung juga suami untuk mengungkapkan hal yang
sama. Nah, semakin aware suami istri dengan innnerchild pasangannya, tentunya
akan membuat mereka semakin memahami apa yang berpotensi menjadi ‘jegalan’
dalam konflik yang terjadi dalam rumah tangganya. Lalu, bisa berdiskusi untuk
mencari solusi bersama sama.
Jika dirasa sangat berat, kita juga bisa meminta bantuan
dari tenaga profesional seperti psikolog atau mengikuti trauma healing dan
sebagainya.
3. Berani Memaafkan
Menurut pemateri, ini adalah tahap paling berat dari keempat
tahap. Biasanya semakin kita tahu innerchild kita maka semakin kita marah
terhadap mereka yang menyebabkannya.
Nah, cara terbaik yang bisa kita lakukan adalah reframing.
Misalnya, ayah kita adalah tukang pukul. Sejak usia kita
tiga tahun sampai remaja sering sekali dipukul, ditendang, diseblak, diseret
dan dimaki maki. Nah, alih alih selalu memandangnya sebagai pelaku, coba kita
geser sedikit cara pandang kita. Bahwa sesungguhnya ayah kita adalah korban.
Korban dari kakek nenek kita terdahulu yang juga berlaku kasar. Orang tua kita
yang menciptakan pola pola negatif itu pun sesungguhnya hanya mengulang apa
yang mereka terima dari generasi sebelumnya. Hanya saja Ayah kita terjebak di
rantai setan tak terputus itu karena beliau nggak punya ilmunya.
Jadi,
sesungguhnya kita ini sama sama korban. Kasihan khan Ayah kita? Dengan memaafkan ayah kita, hati jadi lapang dan satu langkah lebih maju untuk berdamai dengan masa lalu.
4. Berani Move On
Nah, setelah berhasil menganalisa dan mengenali innerchild
kita, lalu berbagi dengan orang terpercaya plus memaafkan penyebabnya, sekarang
saatnya kita move on dan menciptakan refleks baru saat pemicu muncul.
Misalnya nih, innerchild kita akan muncul saat anak rewel
rewel terus. Saat anak nangis dan berteriak , biasanya reaksi kita adalah
mencubit maka sekarang harus punya strategi baru. Misalnya, langsung memisahkan
diri dengan anak dan berwudhu.
Lakukan metode ini terus menerus, berulang ulang, sampai
menjadi refleks baru kita saat mengalami permasalahan yang sama, menggantikan
yang dulu diisi oleh innerchild kita.
Sepertinya mudah walau aku tahu pengaplikasiannya pasti
susah. Etapi demi keluarga tersayang, orang orang terkasih kita harus bisa
menjadi the best version of us. Salah satunya adalah bisa berdamai dengan masa
lalu dan mengendalikan innerchild kita.
Bisa juga kompromi dengan suami/istri supaya nggak sama sama
menjadi pemicu. Misalnya,
“Ayah, aku paling nggak bisa nahan marah kalau Ayah berkata
kasar atau lempar sesuatu. Yang ada aku pasti berkata lebih kasar dan lempar
barang lebih banyak. Jadi, jangan begitu ya...”
FYI, ini bukan aku yang lagi ceramah lho ya. Ini aku dapat
dari kulwap dan semoga berguna untuk para pejuang innerchild lainnya yang
sekarang sedang berjuang juga untuk bisa berdamai dengan masa lalu. Karena
alangkah indahnya saat anak anak kita bisa tumbuh dengan bahagia dan tanpa
luka. Tak perlulah mereka susah susah membasuh luka macem kita nih. Biar fokus
saja menciptakan kebahagian kebahagiaannya di kemudian hari.
Karena sama seperti memori pedih, memori indah pun pasti akan bisa menular ke generasi selanjutnya. Saat kita bisa menciptakan keluarga penuh cinta kasih, mampu mengasuh anak dengan penuh kasih sayang tanpa cubitan atau tamparan, dia pun pasti akan mampu memperlakukan orang lain/pasangannya kelak dengan cara yang sama. Oh betapa indahnya.
Wow. Artikel ini membuatku ternganga. Ternyata ada yang namanya innerchild ya. Aku jadi kepikiran instropeksi diri, apa ya innerchildku. Etapi satu hal yang sudah kutemukan itu, aku punya ortu yang pesimistis. Dulu aku jug sering bertanya-tanya kenapa aku sempat alami susah ambil keputusan. Ternyata akarnya di sini ya. Baru setelah aku tinggal terpisah ortu, aku lebih berani ambil risiko dan lebih bold. Thanks udah sharing ya, Mbak...
BalasHapusSama sama mbak, semoga bisa membantu ya mbak
HapusHuff.. Ngeri2 seram memang ya kalau udah soal innerchild. Secara, siapa sih ortu yg perfect? Kawatirnya, justru yg negatif yang terus melekat. Emang harus bisa mengontrol diri, ya
BalasHapusHmmm, mbak, sejujurnya aku juga punya masalah seperti itu... Emosi negatif dalam diri aku terhadap suatu masalah itu tinggi banget... Pengen melepas, tapi masih maju mundur nggak tau caranya, mungkin tips dari mba mulai aku jalankan... tapi... ak pun harus menimbang banyak hal... Mba punya referensi buku terkait topik ini??
BalasHapusMakasih sekali artikelnya...
Jangan lupa follow back blog-ku ranselmungil ya mbak...
aku nggak ada referensi buku yang khusus membahas ini sih mbak, biasanya aku ikut kulwap dan hasil kulwap itu aku jadikan tulisan seperti ini. Mbak bisa ikutan program Bengkel Diri mbak untuk bisa tahu lebih dalam dan praktekkan gitu. Bisa lihat infonya di @bengkel_diri di IG.
HapusSemoga membantu ya mbak
Tahap memaafkan itu yang ternyata sulit ya mbak, harus terus di-recall. Kadang kemarahan atas kejadian masa lalu itu suka kembali muncul. Dulu saya diasuh dengan tangan, sekarang saat saya jadi orang tua, sejujurnya terkadang dorongan untuk mencubit atau memukul itu suka muncul. Namun, saya ingat gimana dulu rasanya dan bagaimana sekarang saya melihat kedua orang tua saya. Saya enggak mau anak2 mengalami hal yg sama dengan saya.Itu yang mendorong saya untuk terus bebenah diri sebagai orang tua.
BalasHapusIya mbak, kita memang harus memotong mata rantai "setan" itu. Semangat mbak!
HapusSetuju banget nih Mba, mau mengakui dan Move on dari masa lalu, susah tapi harus mau dicoba dan yakin bisa. Makasih tips nya Mba
BalasHapusini berguna buat yang masa kecilnya sering kena bully gitu kah mbak? soalnya bullying zaman kecil itu dampaknya besar banget di masa depan anak
BalasHapus"Karena sama seperti memori pedih, memori indah pun pasti akan bisa menular ke generasi selanjutnya." Paling suka kalimat ini, mengena sekali.
BalasHapusmemaafkan dan menerima mmg salah satu kunci dr bayang2 inner child y kak. masih hrs bljar ttg ini 💪🌟 terima kasih ulasanny kak
BalasHapusKeren mba tulisannya. Terima kasih atas informasinya. Memang berat untuk merubah yang sudah mendarah daging, namun bukan berarti tak bisa. Semangat Bun, semoga kita bisa lebih baik lagi dalam mendampingi buah hati kita ☺💕
BalasHapusBaru tahu kalau yang kayak gini namanya "innerchild". Kebetulan kemarin sempat juga dibahas sepintas tentang "kenangan masa lalu" ini di WAG. Duh, semoga kesalahan masa lalu itu tidak menjadi warisan untuk anak cucu kita kelak.
BalasHapusYang paling penting berani memaafkan dan berani move on kalau berdasarkan pengalaman pribadiku hehehe
BalasHapusDulu aku sempat punya masalah dengan hal ini. Susah banget buat memaafkan masa lalu. Tapi setelah ikut kelas di IIP dan sharing di group, jadi lebih paham. Dan perlahan bisa ikhlas. Sekarang lebih plong lho mbak rasanya
BalasHapusTahap pembersihan inner child ini memang ga mudah ya mbak, aku pun masih terus belajar. Tapi aku ingat, dlu pernah janji sebelum menikah, klo aku punya anak, aku hanya akan ambil hal-hal yg bener aja dari pola asuh orang tuaku, gak mau pakai yg negatif-negatif. Memang gak semudah itu, tapi yg penting ada ikhtiar dan kita sadar diri akan haal itu.
BalasHapusWah, mantap nih kalau pemateri nya Mbak Jayaning Hartami. Saya follower-nya di instagram. Tulisan beliau biasanya kekinian dan solutif. Termasuk pembahasan tentang Innerchild ini, ya. Tips-nya pas, dimulai dulu dari mengakui. Diakhiri dengan damai dengan diri sendiri :)
BalasHapusWah, aq bisa mengubah innerchild q, ketika di Bandung, ketemu kakak sepupu yang psikolog dan sering diskusi dengannya.
BalasHapustahap terberat adalah "Berani Memaafkan" hiks. namun setuju mbak, kita harus bisa berdamai dengan innerchild demi memutus rantai mengerikan pengasuhan ini.makasih mbak sharingnya :)
BalasHapusBerdamai dengan masa lalu dn memtus rantai jahat itu
BalasHapusMungkin sulit, tapi dengan niat kuat dan bantuan support system terutama orang terdekat, pasti bisa ditangani inner child ini ya Mbak
Bener banget bun, kenangan akan masa lalu itu melekat dan susah disembuhkan. Apalagi kejadiannya dialami sendiri, agak susah juga untuk berdamai dan memaafkan, tapi seiring berjalannya waktu bisa juga sih mulai memaafkan masa lalu, tapi kalau untuk lupa atau dihilangkan itu gak bisa. Masih kadang terbayang
BalasHapusBaru tahu kalau itu namanya innerchild. Ngeri juga ya, karena bisa menjadi berulang pola asuhnya ke anak2 kita. Kuncinya harus mau berdamai ya... Ok, noted... Smg kota bisa jadi ortu yang baik ..
BalasHapusMakasih ilmunya mbak, sangat bermanfaat. Ijin simpan, ya Mbak Meyke.
BalasHapus