Begitu kami masuk, jajaran bangunan megah dengan dominasi
warna merah dengan beberapa patung batu langsung menyambut kami. Masuk lebih dalam,
sebuah patung Laksamana Cheng Ho langsung terlihat berdiri megah di depan
jejeran kelenteng yang ada di sisi kanan. Eh jangan salah, patung ini konon
katanya menjadi patung Cheng Ho terbesar di dunia! Dan yang membuat kami makin
penasaran adalah ternyata bangunan ini dulunya adalah sebuah masjid yang
dibangun oleh Laksamana Cheng Ho yang juga seorang muslim. Kok bisa?
Walau terik, tapi jelas dong nggak membakar semangat kami
sekeluarga untuk menilik lebih dalam klenteng yang terletak di Jl. Simongan
No.129, Bongsari, Semarang ini.
Bulan Februari kemarin saya dan keluarga berkesempatan untuk
mampir ke Klenteng satu ini nih genks. Kenapa kok mampir doang? Karena
sebenarnya kami nggak ada rencana untuk ke sini. Tetapi, alhamdulillah proses
pembuatan passport untuk Julio yang super cepat, akhirnya kami menyempatkan
diri untuk mampir ke sini sebelum pulang. Dengan mengajak kakek, nenek, dan Ibu
kami bisa sedikit menjelajah klenteng ini.
Baca cerita piknik kami lainnya :
SEJARAH SINGKAT KLENTENG SAM PO KONG
Source : tribunnews.com |
Tak kenal maka tak sayang, demi lebih mengenal tempat wisata
ini kami juga sempat search di Google tentang bagaimana sih kok bisa klenteng
ini sejatinya dulunya adalah sebuah masjid yang juga dibangun oleh Laksamana
Cheng Ho yang juga seorang muslim?
Klenteng Sam Po Kong atau yang dulu bernama Gedung Batu ini
sejatinya adalah sebuah petilasan/persinggahan seorang Laksamana Tiongkok yang
bernama Zheng He/yang dikenal dengan Cheng Ho, yang ternyata beragama Islam.
Kok tahu kalau beliau itu Islam?
Salah satu bukti bahwa Laksamana Cheng Ho bergama Islam
karena ditemukannya tulisan yang bila diartikan berbunyi “ Mari kita
mengheningkan cipta dengan mendengarkan bacaan Al-Qur’an.” MasyaAllah.
Sejarah mencatat bahwa klenteng Sam Po Kong dulunya
merupakan tempat beribadah/masjid untuk Laksamana Cheng Ho dan juga awak
kapalnya yang mayoritas beragama Islam. Kok bisa mereka sampai sini ya?
Karena di ekspedisi pertama yang kala itu dilakukan pada
abad 15 dan saat itu mereka tengah mengarungi pantai Utara dari Pulau Jawa,
wakil dari Laksamana Cheng Ho yakni Wang Cing Hong mendadak sakit keras dan
butuh pengobatan. Nah, jadilah mereka berlauh di sana dan mendirikan petilasan.
Konon, setelah Cheng Ho meninggalkan tempat tersebut karena
ia harus melanjutkan pelayarannya, banyak awak kapalnya yang tinggal di desa
Simongan dan kawin dengan penduduk setempat. Mereka bersawah dan berladang di
tempat itu. Zheng He memberikan pelajaran bercocok-tanam serta menyebarkan
ajaran-ajaran Islam, di Kelenteng ini juga terdapat Makam Seorang Juru Mudi dari
Kapal Laksamana Cheng Ho.
Begitulah ceritanya genks.
OUR IMPRESSION
Berfoto di klenteng besar sisi kiri yang dibuka untuk umum |
Terik! Ya jelas terik orang kami sampai di sini pukul 12
teng! Hahaha.. Karena saat itu bukan hari libur, keadaan di Klenteng ini nggak
begitu rame, genks. Setelah membayar tiket seharga 8.000/orang, kami siap masuk
dan menikmati keunikan bangunan dan gaya arsiktektur yang bernuansa Tiongkok
ini.
Oh iya, ada dua jenis tiket lho saat kami mengunjungi
Klenteng ini.
Tiket terusan/masuk ke semua klenteng : Rp. 28.000
Tiket biasa/ hanya sampai di lapangan tengah bangunan
klenteng plus klenteng besar di sisi kiri : Rp. 8.000
Biasanya yang menggunakan tiket terusan adalah umat Tionghoa
yang memang ingin beribadah di jajaran klenteng di sisi kanan. Jadi, karena
kami hanya ingin melihat lihat bangunannya saja, kami memilih harga biasa.
Etapi, ternyata ada juga sekelompok Ibu Ibu berjilbab yang tertarik masuk ke
dalam klenteng untuk melihat lihat. So, semua boleh masuk dan mencoba tiket
terusan ya, genks.
Nuansa Tiongkok memang sangat kental ketara begitu kami
memasuki kompleks wisata ini. Tempatnya luas, lapangannya juga luas dengan
patung Laksamana Cheng Ho yang berdiri megah di sudut lapangan.
Sebelum area klenteng pun di sisi kanan ada bazaar makanan
untuk pengunjung yang juga ingin berkuliner ria. Sayangnya, karena hari itu
bukan hari libur jadi hanya beberapa saja yang buka. Dan sayangnya lagi, nggak
ada nih makanan berat seperti nasi, soto dkk jadi hanya makanan ringan/snack
tradisional saja ya.
Pace sedang mencoba kudapan tradisional Jawa nih. |
Kami juga sempat naik ke klenteng paling besar yang dibuka
untuk umum di sisi kanan nih. Begitu sampai di atas, kami bisa melayangkan
pandang ke jajaran klenteng untuk beribadat yang ada di seberang lapangan. Dari
serambi klenteng itu kami bisa bebas melihat seluruh kompleks klenteng sampai
patung Cheng Ho juga.
Di dalam klenteng itu juga instagramable banget lho, genks!
Kami bisa berfoto berlatarbelakang pilar pilar besar dengan nuansa Tiongkok
yang masih sangat melekat. Banyak juga pengunjung yang berisitirahat di dalam
klenteng dengan duduk duduk di lantainya. Beberapa di antaranya juga lagi
pacaran sambil lihat pemandangan. Hmmmm... Untuk teman teman yang ingin bisa
bebas memandang seluruh kompleks, emang harus banget naik ke klenteng ini ya!
Tetap berpose walau lagi gendong bayi kicik |
Kebetulan saat itu pace juga sempat bertemu dengan salah
satu sahabatnya yang kini tinggal di Semarang. Nggak Cuma berpiknik ria, Pace
juga bisa reuni deh.
Tapi, karena terlalu terik kami nggak sempat menyeberang
lapangan di tengah tengah kompleks klenteng dan melihat lebih dekat patung
Laksamana Cheng Ho. Maklum, saya harus menggendong Julio yang saat itu masih
lima bulan.
Etapi, saya saat single tahun 2012 udah pernah ke sini lho!
Nih cerita lengkapnya ada di sini!
Saat masih single bertahun tahun yang lalu. |
Dan untuk teman teman Muslim tak perlu risau dan galau saat
berkunjung di sini karena di area depan kompleks juga sudah disediakan mushola
kecil plus tempat wudhu yang menurut saya cukup memadai sih.
Selain itu, teman teman juga bisa berfoto dengan kostum
Cheongsam dan Changsan yang sudah disediakan di salah satu boot. Mau beli baju
Imlek pun ada kok. Kami sempat beli dua baju bayi untuk Julio dan Maesya
seharga kurang dari 100.000/potong.
Area sebelah kanan adalah tempat untuk foto kostum dan toko souvenir macam baju khas Imlek. |
Puas melihat lihat, berfoto dan sempat mencicipi kuliner
yang ada di kompleks Klenteng, akhirnya kami pulang deh. Senang sekali rasanya
bisa berpiknik dengan mengajak Ibu, kakek, dan nenek. Mumpung mereka masih
sehat, genks.
Kalau kalian, punya rencana untuk piknik bersama keluarga?
JADWAL BUKA, HARGA TIKET DAN ALAMAT
Tiket terusan/masuk ke semua klenteng : Rp. 28.000/orang
Tiket biasa/ hanya sampai di lapangan tengah bangunan
klenteng plus klenteng besar di sisi kiri : Rp. 8.000/orang
Jadwal buka : 08.00 – 22.00 WIB
Alamat : Jl. Simongan No.129, Bongsari, Kec. Semarang Bar.,
Kota Semarang, Jawa Tengah 50148
GALERI PIKNIK KAMI
Mbah Kakung tak lupa ikut berpose. |
"Nak, lihat itu mau difoto!" |
Tak ketinggalan pula, Nenek dan Ibu. |
Selfie jangan sampai lupa! |
Wah bisa jadi tempat tujuan nih kalau mampir semarang
BalasHapusIni memang jadi list ku klo ke semarang..
BalasHapusSayangnya, blm ada waktunya..
Huhu
Kalau aku ke situ, pasti aku beli tiket terusan juga sih, hehe. Kapan lagi bisa liat klenteng Sam Po Kong. Belum tentu kalau aku ke Semarang, bakal ke situ lagi
BalasHapusWaaa, sekilas sawa lihat gambar (sebelum saya baca judulnya), vibe nya mirip dengan masjid Cheng Ho yang ada di Pasuruan, wkwkw. Ya miriplah, sama-sama arsitektur ala daratan China.
BalasHapusDekat rumah di kampung halaman saya, juga ada kelnteng tuh. Tapi selama 20 tahunan hidup cuma ngintip doang dari luar karena bukan tempat wisata. Sebenarnya penasaran banget, selama ini cuma bisa lihat dari youtube :(
Yang bikin saya tertarik itu warna merahnya yang terang menyala dan ornamen yang unik.
whoaaa klentengnya fotogenik banget nihhh
BalasHapus