Kau tahu pertemuan yang paling berharga untukku hingga nanti
bertepikan kubur?
Pertemuan denganmu, di teras Plasa Cibubur.
Mengesap kopi mengepul dan bercerita sepanjang malam
terbentang.
Matamu menuju mataku. Mataku tertuju padamu.
Degup hatiku, bertalu talu
Degup hatiku, bertalu talu
Ada keyakinan saat itu; membersamaimu sepanjang waktu
Akan seru.
Tak terburu buru, aku hanya tahu ini waktuku.
“Iya.” Jawabku, “Alhamdulillah” Ucapmu.
Mengiyakan tiap tiap rencana besarmu, lalu mulai menata langkah
satu demi satu.
Aku yakin ini juga waktumu hingga pada saat pekikan SAH
berdebam di satu waktu tertentu.
Kendali kapal ada padamu.
Satu dua tiga.....langkah meniti rumah yang tak mudah
bernama rumah tangga.
Tawa dan canda berbalut duka dan air mata. Amarah dan
penyesalan datang silih berganti.
Ah, itu sudah biasa sekali.
Ada saatnya amarah datang menyergap, meliputi hati
menyelimuti nurani.
Inginku berkata kasar, tapi di akhir malam ku dapati sesal,
hingga berlinangan.
Ada saatnya gelora cinta dibalas bara; membara bara, hingga
di akhir malam kita melebur
Seolah seluruh masalah sebatas kabur, sedangkan cinta kita
tumbuh teramat subur.
Satu pagi kau berlayar, esok paginya ku hanya bisa mendapatimu
berbatas layar.
“Assalamualaikum pace, sudah bangunkah?”
“Waalaikumsalam wr wb mace, sudah.”
Berjarak ribuan kilometer, mendapatimu bangun di seberang
sungai raksasa ; Hindia.
Aduh mama sayange, setiap hari rindu meletup letup
Terkadang letupannya sampai membakar mata; perih sekali
Berakhir pada linangan menganak pinak dengan dada sesak
menyesak
Inginku berkata kasar pada keadaan, namun kata katamu ringan
menyejukkan,
“Sabar...”
Kasar pada sabar, aku tak ingin berakhir seperti manusia bar
bar
Tiap kali hati berontak, ku hirup nafas dalam dalam lalu ku
lepaskan dengan berucap berulang ulang,
“Sabar...”
Aku ingin disayang Tuhan. Katamu, “Orang sabar disayang
Tuhan.”
Tapi sepertinya, "Orang sabar pantanya lebar.."
Tapi sepertinya, "Orang sabar pantanya lebar.."
Tapi aku tahu sayangmu bak beras di musim panen tanpa hama;
melimpah ruah.
Cintamu macam mata air di desa kaki gunung Slamet; tak habis
habis alias banyak banget
Dan cintaku padamu
Seperti diskon Matahari di akhir tahun; besar besaran
Hari berganti minggu dan minggu menjadi bulan
Aih, kini usaha penuh cinta berselimut doa menjelma menjadi
buntelan cinta.
Julio; kau yang memberi nama.
Makhluk mungil yang senyum kecil bila digelitik.
Yang setiap hari dengan mata bundar berbinar memandangiku,
Yang mata bundar penuh binarnya mengingatkanku padamu,
Yang bahagianya tak bisa dilukiskan lagi hanya dengan
barisan kata kata,
Yang kata kata apapun tak mampu menggambarkan rasa syukur
yang terus mengucur,
Sulit memang, kadang gamang. Tapi, bukankah hidup sarat
perjuangan?
Jika kau terus berjuang untukku dan untuk buntelan cinta,
Mengapa aku tak berjuang untukmu demi kebahagian yang menunggu di ujung jalan?
Lalu,
Kau tahu apa hadiah terbesar dalam hidupku?
Memilikimu.
Rasanya sahdu baca pos ini ..
BalasHapusSo sweet..
BalasHapusKita sama ya mbak.
Kadang pengen marah pd keadaan..tp suntikan sabar dan sholat jadi obat penenang dr suami...
It's so romantic ya mbaknya, saya yg belum berumah tangga jadi pengen cepet - cepet membangun rumah tangga hehehe
BalasHapus