Pengalaman Melahirkan Secara
Caesar - Terlepas dari polemik tentang makna ibu seutuhnya dilihat dari cara
mereka melahirkan; pervaginam atau caesar, kali ini saya tidak akan membahas
lebih lanjut kontroversi itu, bu ibu. Saya ingin berbagi cerita proses
melahirkan secara caesar yang sebelumnya diwarnai drama kehamilan yang penuh
liku liku. Terserah bu ibu netijen mau nganggap saya sebagai ibu siluman.
Baca juga "Trimester Pertama Penuh Drama"
Penyebab saya harus melahirkan secara caesar adalah bayi saya sungsang, terdapat lilitan satu kali, dan HPL yang terlewat. Jadi, saya belum sempat merasakan kontraksi. Saya disarankan untuk operasi caesar di hari yang sama saat saya konsultasi rutin seminggu sekali.
Well, di hari itu juga saya sudah siap sedia membawa tas berisi baju dan akhirnya operasi dijadwalkan setelah Dhuhur. Alhamdulillah semua keluarga besar mengantar, mulai dari Ibu, Bapak, kakek dan nenek. Selama operasi pun mereka sudah berjaga di luar dengan banyak banyak membumbungkan doa demi keselamatan saya.
----
PROSES OPERASI
“Baca doa ya bu...Sekarang saya
mulai.” Dokter Robby; dokter kandungan yang menangani saya sejak saya pindah
dari Jakarta sampai saat saya melahirkan secara caesar memberi aba aba.
Jangan kau tanyakan bagaimana
perasaan saya saat itu, bu. Andaikata perasaan takut, was was gundah gulana dan
segala perasaan yang campur aduk itu dikonversi menjadi tingkatan angka dari 1
sampai 10, mungkin punya saya ada di angka 11. Alhamdulillah sejak lahir sampai
sekarang saya belum pernah dirawat di Rumah Sakit, menerima sodetan jarum infus
atau menjalani operasi. Sekalinya terluka adalah saat kaki saya sobek terkena
ujung kail pasca menyelam di UmbuL Ponggok beberapa tahun lalu dan harus dijahit dua. Itu saja
dibumbui drama alergi antibiotik dan infeksi luka sampai saya menangis tersedu
sedu di kamar kost. Ah, masa muda masa yang berapi api.
Lha ini sekalinya masuk rumah
sakit saya langsung dikenai pembedahan besar; operasi caesarian demi kelahiran
buntelan cinta hasil karya penuh cinta bersama Suami. Saya hanya bisa berpasrah
diri, terlentang sedemikian rupa sambil mencoba menenangkan diri sendiri. Angan
angan untuk bisa melahirkan normal ditemani suami lalu saat kontraksi datang
bisa sambil peluk pelukan macam video lahirannya artis artis saya tepis jauh
jauh. Faktanya, saya ada di ruangan ini dengan suami yang masih berpijak di
benua seberang, Australia.
“Bismillahirrahmanirrahim...”
Saya hanya mampu merapal doa yang
sudah saya hafalkan sejak buntelan cinta bersemayam dikandung badan. Doa ini
diberikan oleh saudara saya yang dulu juga sempat berjuang untuk satu misi yang
sama; melahirkan. Saya berusaha sadar penuh sambil mengucapkan doa doa
sebisanya, takut malah salah baca doa mau makan.
Apapun yang terjadi, Allah adalah sebaik baiknya sutradara kehidupan.
--
Sepuluh menit sebelumnya saya
diderek ke dalam sebuah ruangan ber-AC super. Begitu pintu terbuka, hawa dingin
langsung merangsek masuk, menjalar ke kaki, tangan, sekujur badan. Saya
kemudian dipindahkan ke meja operasi.
“Silahkan bu, geser sedikit sedikit
dan berbaring ke tempat tidur yang satunya.”
Pasrah, saya kemudian mengesot
gaya miring dan berpindah ke meja operasi. Tancapan infus di tangan kiri dan kateter
urin yang menggelayut manja dari uretra plus buntelan cinta yang masih ada di
dalam perut membuat saya susah bergerak bebas. Pelan tapi pasti, kini saya
sudah tidur terlentang di meja operasi. Seorang dokter anestesi lalu masuk
dengan membawa sebilah jarum suntik sepanjang pedang ( biar dramatis, bu).
“Silahkan duduk dan peluk
bantalnya, Bu. Nanti saya suntik di punggung bawah ya..”
Sebelumnya saya memang sudah
membekali diri dengan banyak banyak nonton video orang melahirkan di ig
@bidankita dan juga video proses operasi caesar. Dan injeksi jarum panjang ini
adalah permulaan dari operasi bedah ini. Sejurus kemudian, saya sudah ada di
posisi duduk, menunduk dan memeluk bantal. Sang dokter lalu membuka jarum dan
sedang akan menusuk punggung saya saat saya tiba tiba berkata,
“Sebentar sebentar, Pak..” Saya
belum siap, bu ibu.
“Yang relax aja, Bu.”
Ya Allah, gimana saya mau relax
kalau tahu ada jarum panjangnya udah macam isi pensil mekanik belum dipakai
akan menembus punggung. Segera saya menyerobot tangan seorang bidan, saya
pegang erat erat. Saya menutup mata dan membayangkan tangan Suami yang sedang
saya pegang sekarang. Siapa tahu bisa lebih relax. Tapi semakin jarum mendekat
saya semakin takut, dan cusssss.......
Selang beberapa detik jarum
terlepas dan ternyata tidak sesakit yang saya duga sebelumnya. Ya...hampir sama
dengan digigit semut, cuman semutnya semut rang rang. Ternyata kata orang kalau
disuntik itu Cuma kayak digigit semut itu bukanlah hisapan jempol semata,
netijen. Setelah berhasil melalui gempuran jarum, saya disuruh kembali
telentang.
Kedua tangan saya kemudian
ditarik ke sisi kanan dan kiri macam disalib. Sejurus kemudian para bidan
memasang pulse oximetri; alat untuk memonitor keadaan saturasi O2 dalam darah
dan juga untuk mengukur detak jantung yang dijepitkan di ibu jari tangan kiri
saya dan sfigmomanometer; alat untuk mengukur tekanan darah yang dibelitkan di
lengan kanan saya. Saat operasi nanti, alat ini akan kembang kempis per
beberapa menit sekali untuk mengupdate kondisi terkini tekanan darah saya.
“Baca doa ya bu...Sekarang saya
mulai.”
Do’a terus bergema di benak saya.
Inilah saatnya saya bertemu dengan separuh jiwa saya; yang selama 9 bulan ini
bertumbuh dan mulai menggeliat dibungkus rahim, yang akan menjadi investasi
masa depan saya dan suami, tanggung jawab dunia akherat saya dan suami.
“Kita hanya menghilangkan rasa
sakitnya ya, Bu. Tapi selama operasi nanti setiap tindakan akan tetap terasa.”
Sreeeeeetttt...Saya juga bisa
merasakan kulit perut saya disilet. Ah, saya jadi ingat Manohara. Beberapa kali
terasa disilet dan ada masanya pak Robby macam menarik narik sesuatu, lalu
mencatutnya, mencokel sedikit sampai meja operasi bergoyang goyang seperti
dikenai gempa. Saya semakin keras merapal doa, mencoba tenang dan membayangkan
bayi lucu yang segera akan lewat jendela. Saya ambil nafas dalam dalam lalu
hembuskan, ambil nafas dan hembuskan, begitu seterusnya sampai...
“Oeeeeeeeeeeeeeeekkkkkk.....”
Tangisan pertama menggema di
ruang operasi, dan seketika itu juga rasa haru, bahagia, sedih bercampur
menjadi satu, menyeruak memenuhi rongga dada.
Tak pernah menyangka di umur 27 ini Allah memberikan banyak
rejeki dan keberkahan hidup, salah satunya lewat lahirnya si buah hati ini. Air
mata berderai derai, rasa syukur mengepul dan membumbung. Itu adalah salah satu
moment ter-magic yang pernah saya lalui seumurr hidup saya. Coba bayangkan
detik detik saat ada seorang manusia baru yang datang dari rahimmu dan membawa
perpaduan sifat dan keunikan kamu dan pasanganmu. Dia otentik dan unik,
refleksi dirimu dan diri pasanganmu.
Seorang bidan segera membersihkan si bayi dan
memakaikan bedong.
“Ini ya Bu, bayinya cowok..”
Tampak sesosok bayi berkulit
bersih dan terbalut bedong menangis sesenggukan. Itu anakku, bu ibu!! Melihat
dia menangis, saya juga ikut menangis sambil menunggu perut saya dijahit berlapis
lapis.
JULIO KHAIRI QUANTA
Lahir pada hari Senin, 3
September 2018 pukul 13.05 WIB
Berat badan 3.2 kg dengan panjang
48 cm.
Begitu melihat buntelan cinta, ahh segala rasa sakit, perih, takut, was was dan sedih menguap seketika. Yang tersisa hanyalah rasa syukur yang membumbung, memenuhi rongga dada.
Alhamdulillah, betapa Allah Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Sebaik baiknya penulis skenario kehidupan.
Alhamdulillah, betapa Allah Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Sebaik baiknya penulis skenario kehidupan.
---
MASA PASCA OPERASI
Tapi perjuangan melahirkan secara caesar belum selesai, bu
ibu.
Selesai proses operasi, akhirnya
saya kembali diderek ke ruang Murai 1, Rumah Sakit Mutiara Bunda, Salatiga.
Yes, saya merasa beruntung bisa melahirkan di sini karena menurut saya
pelayanan dan fasilitasnya bisa dibilang memuaskan. Nanti akan saya review di
postingan sendiri ya, bu ibu.
Saya harus menginap di Rumah
Sakit ini selama 5 hari pasca operasi. Dan sesungguhnya perjuangan sedang akan
dimulai saat bius mulai habis; malam harinya. Saya tidak bisa tidur semalam
setelah operasi karena perut bagian bawah saya terasa nyeri dengan bekas
jahitan yang perih sekali walau pun saya sudah dibekali dengan infus anti
nyeri. Saya hanya bisa berbaring dan berpasrah lagi karena toh mau duduk atau
sekedar miring saya belum mampu. Ditambah lagi pinggul dan pinggang yang pegal
abis karena harus terlentang dari siang hari sampai dini hari berlanjut pagi.
Nikmat kali memang ya, bu ibu. Tapi, semuanya selalu terasa terbayar begitu
saya melihat dedek bayi di box bayi, tepat di sebelah tempat tidur saya. Dia
kecil, imut, dan ganteng. Julio sayang....
Baru di hari kedua saya belajar
miring dan duduk. Kemudian, di hari ketiga saya memberanikan diri untuk bisa
berdiri dan mulai berjalan dengan menahan rasa perih dan nyeri yang bagi saya
rasanya macam disilet silet. Setiap saya berdiri dan mulai berjalan perut saya
memang macam disilet disilet. Kembali saya teringat Manohara. Kasihan dia ya,
bu ibu.
Bahkan pertama kali saya bangun
dari tempat tidur di hari ketiga, dengan dibantu oleh seorang bidan saking saya
tidak bisa menahan rasa perih yang mendera, keringat saya sampai keluar segede
biji jagung dan membanjiri wajah, dada dan punggung. Entah semua ibu ibu yang
operasi caesar mengalami seperti saya ini atau hanya saya saja yang agak lebai,
tapi sungguh...sakit. Walau pun mungkin tidak sesakit kontraksi. Tiap satu
jengkal kaki itu perihnya luar biasa. Tapi, semakin membiasakan diri untuk
bergerak dan jalan, rasa sakit ssemakin berkurang karena otot kembali lentur
dan tidak kaku.
Di hari keempat, saya bisa jalan
jalan di sekitar rumah sakit walaupun jalannya macam zombie nggak tidur lima
hari. Kalau perih terasa menyiksa, saya duduk sebentar dan kembali jalan
beberapa menit setelahnya. Di hari kelima, saya sudah mampu berjalan normal
walau kadang tertatih tatih. Semuanya saya syukuri demi kelahiran si buah hati.
Selain berfokus pada pemulihan
diri, saya juga harus memikirkan buntelan cinta, si Baby Jo. Dia butuh asupan
nutrisi yang datangnya dari saya. Tepat setelah operasi perjuangan mengASIhi
dimulai.
PERJUANGAN MENGASIHI
Alhamdulillah, tidak berselang
lama sejak melahirkan secara caesar dan dipindahkan ke dalam ruangan, anak saya juga diantar. Anak saya
tidak langsung diberi susu formula dan mereka sangat pro ASI.
Maklum, karena melahirkan secara caesar, saya tidak bisa melakukan IMD (Inisiasi Menyusui Dini).
“Bayi masih mempunyai cadangan
lemak di badannya jadi walau pun dua hari tidak mendapatkan ASI juga tidak apa
apa, Bu..” Seorang bidan memberikan dukungan.
Kali pertama saya memberikan ASI
nih, bu aduh.... macam geli perih menjadi satu. Tapi memang dari pertama saya
bertekad untuk memberikan ASI kepada anak saya, InshaAllah sampai umur dua
tahun. Walaupun bentuknya hampir hampir sama dengan serabi notosuman Solo, tapi
saya inshaAllah yakin kalau saya bisa memproduksi ASI.
Hari pertama dan hari kedua saya
tetap memberikan ASI kepada Julio. Awalnya saya memberikan ASI dengan miring ke
kanan karena saya belum mampu duduk. Ini pun susahnya bukan kepayang karena
saya masih belum bisa melakukan pelekatan dengan baik dan bayinya pun masih
bingung puting. Tahap perkenalan, bidan mengatakan.
Per dua jam saya terus berusaha
memberikan ASI dan kolostrumlah yang keluar. Justru ini super baik untuk bayi
bu, ibu.
“Kolostrum mensuplai berbagai faktor kekebalan (faktor imun) dan faktor pertumbuhan pendukung kehidupan dengan kombinasi zat gizi (nutrien) yang sempurna untuk menjamin kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan kesehatan bagi bayi yang baru lahir.” Begitu kata Wikipedia, Alhamdulillah.
Bahkan di malam hari, sembari
menahan rasa perih yang menjalar di perut bawah, saya tetap ingat waktu dan
berusaha memberikan ASI demi merangsang keluarnya ASI itu sendiri. Pokoknya saya harus bisa mengASIhi! Bayangkan betapa ASI ini teramat berfaedah karena nantinya ASI ini jauh lebih bernutrisi dari susu formula termahal sekalipun, lebih praktis, higienis dan gratis. Karena itu, saya tidak patah arang, bu ibu!
Alhasil, di
hari ketiga setelah saya melahirkan secara caesar, untuk pertama kalinya ASI saya keluar. Dan ini juga berkat bantuan
pil pelancar ASI yang diberikan oleh Rumah Sakit tiap pagi dan malam hari plus
bantuan dari para bidan untuk membantu posisi menyusui dan pelekatan yang baik.
PELAJARAN HIDUP
Banyak. Saya belajar banyak hal dari semua ini; tentang betapa pengorbanan ibu itu luar biasa, belajar tentang tekad kuat yang niscaya akan mendapatkan hasil yang diharapkan; tentang kesabaran dan semangat yang kemudian bisa menjadi mesiu untuk menjadi pribadi yang terlahir kembali. Ya, tidak hanya anak saya yang terlahir ke dunia ini, tetapi saya juga terlahir kembali menjadi sosok baru bernama IBU. Suami saya juga saat itu juga terlahir kembali dengan gelar baru; AYAH.
Nantinya, banyak tanggung jawab
dan tugas yang nantinya akan dipertanggung jawabkan di akherat untuk bisa
menjadi Ibu dan Ayah.
Doakan kami untuk bisa menjadi
Ayah dan Ibu yang kompak membimbing seorang anak, bisa menjadi Ayah Ibu sabar
dan bijaksana, mampu menjadi contoh yang baik untuk anak anak kelak dan bisa
membangun rumah tangga yang berkiblat pada Al-Qur’an. InshaAllah...
Semoga kita semua bisa menjadi
pribadi yang lebih baik ya, bu ibu... Dan untuk ibu ibu yang melahirkan secara caesar, tetap semangat dan berikan yang terbaik! Operasi caesar jelas tidak menghalangi kita untuk memberikan ASI dan merayakan peran baru sebagai seorang IBU.
Julio, uti dan Ibu Julio. |
baca postingan di atas saya langsung terbayang rasanya ketika badan ini 3 thn lalu digiring pasrah ke meja operasi mba, seperti gelongongan daging tak berdaya, pasrah cuman itu saja, yg penting bayi selamat..Alhamdulilah kami selamat, selesai operasi dokter menjahit perut saya yang terbelah dengan ngobrol santai, ya salamm..
BalasHapusPengalaman yg amazing ya mom. Aku 2x kelahiran anak juga sc. Dan kedua nya punya pengalaman masing2. Anak pertama krn ga berencana sc maka ga kepikiran bagaimana ptoses kelahiran sc itu, sdkan yg kedua aku bnr2 harus sc. Hehehe. Tapi alhamdulillah, semua lancar dan aq ngerasa kelahiran yg kedua ini malah lebih cepat pemulihannya. 😊😊.
BalasHapusknp kasihan manohara? kok aku gk paham, wkwk.
BalasHapusBtw aku ngebayanginnya ngilu. Gitu kok suka pada bilang org melahirkan caesar gk jd ibu seutuhnya. Padahal kan sakit jg kali -_-
Pertama, aku ngucapin LAGI selamat ya kak. Atas lahirnya julio, semoga jadi anak sholeh yang berguna bagi keluarga dan bangsa. Amin...
BalasHapusBaca proses lahiran operasi gini jadi tambah deg-degan aku kak. Soalnya baca aja udah kek gini, gimana kalo mengalami keadaan kek gini...
Alhamdulillah lahiran dengan selamat. Selamat datang di dunia dedek bayi
BalasHapusBerarti, tepat hari ini tepat sebulan tuh si Julio-nya. Selamat mbak Mey. Dari awal baca blog ini sampai lahiran memang satu pengalaman menarik. Terima kasih atas cerita-cerita menariknya. Kalo udah gede, Julio diajak travel tuh~
BalasHapusSelamat ya kak Mey atas lahirnya dedek bayi. Semoga menjadi anak yang sholeh. Aamiin...
BalasHapusBacaaan yang menarik bagi seorang lelaki yang belum menikah. Bagaimana perjuangan seorang ibu. Memang pantas surga itu ditelapak kaki ibu. :)
Benar-benar melahirkan itu butuh perjuangan ya mbak. I think mau lewat pintu atau jendela mah sama saja, sama2 berjuang yang penting ibu dan baby Julionya selamat dan sehat2
BalasHapusPasca melahirkan pun perjuangan masih berlanjut, semangat menjadi ibu yang kuat untuk bayinya mbak Meykke (sekaligus nyemangatin diri sendiri)😅
Ikut seneng bacanya, Teh. Dulu sebelum lahiran sempat pengen baca dan berharap nih teh Mey di ceritanya sama anaknya. Dan ini kesampaian. Bahkan ini lebih detail. Alhamdulilah, selamat datang Julio :)
BalasHapusSemoga jadi anak yang sholeh ya. Bisa bahagiain orang tua.
Oh, iya dek Julio ditunggu ya untuk jalan-jalannya ke Jogja. Nanti naik delman deh :D
Selamat ya, Teh. Semoga sehat selalu sekeluarga dan terus berbagi di blog ini :)
Jujur mba, aku paling gak bisa baca postingan tentang operasi kayak gini. Apalagi pas mba bilang kalau mba ngerasa pas perut mba di bedah. Wadaw langsung ngilu ngilu gitu ngebayanginnya ..
BalasHapusPerjuangan seorang ibu memang hebat. Jadi inget baru minggu kemarin istri dari kka tingkatku meninggal saat melahirkan. Ibu Ibu Ibu , tiada duanya.
Sehat terus mba , semoga anak mba kelak menjadi anak yang berbakti pada orang tua . Aamiin
Masya Allah. Moga Dedek Julio jd anak soleh kebanggaan ortu dunia akhirat.
BalasHapusMemang luar biasa perjuangan para ibu. Smg Allah sll memelihara dan menyayangi oara ibu dimanapun berada.
Selamat ya Mba Meykke.
Melahirkan normal atau caesar hanya perbedaan cara melahirkan. Ibu tetaplah ibu. Selamat menjadi ibu, ya :)
BalasHapuswihhhhh barakallah kak meyke :)
BalasHapussemoga anaknya menjadi anak yang soleh, penyejuk hati orang tua dan jadi pembuka pintu surga orang tuanya. Aamin.
baca-baca ini jadi terharu jugaaaa,
aaaaaa ibukk, love anetttttttttttt
selamat kak meykee udah jadi ibukk :)
Saya juga melahirkan dengan operasi caesar bun. Apapun caranya yang penting ibu dan bayi sehat selamat. Selamat mengasihi bun ^_^
BalasHapus