Alarm berbunyi. Lima detik kemudian saya terbangun. Seminggu yang lalu begitu terbangun saya selalu mendapati suami juga terbangun tepat di samping saya. Dia menggeliat sebentar, menampakkan wajahnya yang imut imut gimana gitu.
“Eeeehh...Maceeee...udah banguuuun...” Ucapnya dengan nada halus macam sedang berbicara dengan anak balita. Untung suami tidak melanjutkan dengan kata,
“Cantiknya mana cantiknyaaaa.....”
Lalu sejurus kemudian dia menarik saya dan menyisipkan kedua lengannya; mengitari badan saya yang saat itu masih sebesar papan penggilas cucian. Saya jadi merasa sedang ada di drama Korea, sebut saja Secret Garden.
Tapi pagi itu, saya tidak mendapati suami menggeliat, tidak mendapati dia duduk di meja belajar tepat di samping kasur seperti biasa, atau sedang membuka pintu kamar, di balkon dengan secangkir kopi mengepul juga nihil. Dia tidak ada di mana mana.
Kalau sudah begini, saya hanya bisa meringkuk di kasur seorang diri, membiarkan kelenjar air mata bekerja secara maksimal demi mengeluarkan beban sebesar buah semangka yang tiap pagi tiba tiba merongrong di dada. Saya pernah membaca sebuah artikel bahwa menangis adalah usaha terbaik untuk menenangkan diri. Kegiatan ini akan melepaskan hormon endorphin (hormon kebahagiaan) dan membantu kita untuk kembali tenang.
Selain itu, menangis juga bisa membersihkan medan energi tubuh, membantu menaikkan mood, mencegah masalah kesehatan yang serius, dan menurunkan tekanan darah. Berbekal informasi itu, saya yakin sekuat apapun kita kelihatannya, kita butuh menangis, saudara saudara. Dan itu adalah kegiatan wajib selama beberapa hari/minggu setelah suami berangkat menunaikan pendidikan S2 di Australia demi masa depan cerah gemilang milik kami berdua, InshaAllah. Kami pernah mengharu biru dan menggeser rencana masa depan karena Allah mendatangkan tanda cinta tak terduga sebulan sebelum keberangkatannya.
Well, kami
Long Distance Marriage saat saya sedang hamil muda. Suami harus berangkat ke
Aussie sejak saya mengandung enam atau delapan minggu. Pengalaman ke dokter
diantar Suami berlangsung dua kali saja dan tidak akan bertemu dengannya sampai
hari melahirkan yang dijadwalkan tanggal 2 September 2018. Motto hidup pace
paling populer di telinga adalah,
“Sabar ya...”
Tiap kali saya video
call dengan beruraian air mata macam anak kehilangan induknya. Tak ada suami di
sisi benar benar terasa ada kepingan penting yang hilang.
Dan trimester pertama
dilalui dengan penuh drama kesabaran. Saya harus menghadapi perubahan fisik dan
mental seorang diri; nafsu makan yang menurun karena mual kadang berujung muntah,
badan yang terasa tidak enak, mengalami mood swing yang intens ditambah
ketakutan ini dan itu di awal awal kehamilan. Pernah suatu hari saya muntah
sampai tiga kali sehari hanya karena salah minum susu saat berburu sarapan di Bukit
Golf Centre. Sisanya hanya beberapa kali muntah saja tanpa harus
bedrest/istirahat total.
Saya juga masih aktif
mengajar di sekolah dari pukul 7.00 sampai 16.00 dilanjutkan mengajar di
English Course sampai maghrib berkumandang. Drama dimulai saat saya tidak doyan nasi dan menu makan siang tertentu yang dihidangkan di saung (Kami makan berjamaah di saung dan disediakan oleh sekolah). Baru juga makan satu sendok, perut sudah bergejolak dan memberontak. Akhirnya makan siang hanya menghabiskan satu sendok saja. Besoknya saya harus membeli makan sendiri yang sesuai dengan lidah macam soto dengan lontong di kedai luar sekolah. Terkadang juga saya terkulai tak berdaya seorang diri di English Lab karena mual mual dan pusing. Ini badan sama hati kok sama saja; sama sama susah dimengerti.
Suami sibuk mendata makanan apa saja yang bisa masuk menutrisi janin. Setiap hari pertanyaan wajibnya adalah,
"Hari ini sudah makan apa?"
"Makan nasi sama sop jagung, ada tempe juga."
"Dagingnya?"
"Belum bisa makan daging pace, mau muntah."
"Yah, bagaimana.... Harus makan daging, mace...biar nutrisi tercukupi."
Suami adalah orang paling concern dengan makanan dan nutrisi. Tapi bagaimana lagi kalau mau muntah. Suami juga membelikan kacang almond dari online shop lengkap dengan vitamin untuk ibu hamil yang menurut kami lengkap. Di masa masa itu saya sempat stress karena tidak doyan makan tapi harus menutrisi janin yang masih dalam tahap pembentukan. Terkadang drama Korea ala kita menjadi sinetron Indosiar.
Saya menghentikan semua private course di malam hari demi kesejahteraan si buah hati. Saya juga mengiyakan anjuran suami untuk pensiun sementara waktu dari mengendarai motor sendiri. Jadilah setiap hari saya menggantungkan hidup saya kepada para driver OJOL. Saking seringnya saya sampai menulis tentang beberapa tipe driver OJOL.
Suami sibuk mendata makanan apa saja yang bisa masuk menutrisi janin. Setiap hari pertanyaan wajibnya adalah,
"Hari ini sudah makan apa?"
"Makan nasi sama sop jagung, ada tempe juga."
"Dagingnya?"
"Belum bisa makan daging pace, mau muntah."
"Yah, bagaimana.... Harus makan daging, mace...biar nutrisi tercukupi."
Suami adalah orang paling concern dengan makanan dan nutrisi. Tapi bagaimana lagi kalau mau muntah. Suami juga membelikan kacang almond dari online shop lengkap dengan vitamin untuk ibu hamil yang menurut kami lengkap. Di masa masa itu saya sempat stress karena tidak doyan makan tapi harus menutrisi janin yang masih dalam tahap pembentukan. Terkadang drama Korea ala kita menjadi sinetron Indosiar.
Saya menghentikan semua private course di malam hari demi kesejahteraan si buah hati. Saya juga mengiyakan anjuran suami untuk pensiun sementara waktu dari mengendarai motor sendiri. Jadilah setiap hari saya menggantungkan hidup saya kepada para driver OJOL. Saking seringnya saya sampai menulis tentang beberapa tipe driver OJOL.
Tapi, momen paling
membahagiakan dari segala ujian di trimester pertama ini adalah saat tiba
waktunya konsultasi ke SpoG tiap bulan. Saya beberapa kali berganti dokter
karena ingin mencari yang lebih srek di hati. Tetapi dari semua dokter yang
saya sambangi, mereka mempunyai hasil yang sama.
“Alhamdulillah
janinnya sehat ya, sekarang panjangnya sudah 15 cm...air ketubannya bagus..Nah
ini sedang bergerak gerak...”
Lalu saya melihat
penampakan embrio yang semakin terlihat kepala, dada dan punggungnya itu sedang
bergerak gerak dengan kakinya yang masih teramat kecil. Dia macam bergembira
berenang di air ketuban ibunya. Seakan berkata,
“Assalamualaikum bu,
what’s up? Aku lagi berenang nih. Tunggu dulu sampai aku menyundul dinding
kolam renang yaaa...”
Kalau sudah begitu, saya buru buru melaporkan keadaan janin terup-to-date kepada suami, lengkap dengan foto terkini si baby.
"Semoga mace dan dedek sehat sehat terus ya, makan yang cukup. Harus sabar..."
Kalau sudah begitu, saya buru buru melaporkan keadaan janin terup-to-date kepada suami, lengkap dengan foto terkini si baby.
"Semoga mace dan dedek sehat sehat terus ya, makan yang cukup. Harus sabar..."
Banyak kali saya terharu menyaksikan secara nyata bahwa ada sesosok makhluk hidup mungil sedang
tumbuh dan berkembang di dalam rahim saya. Akan ada kehidupan baru yang
menunggu saya di depan sana. Saya semakin mengingatkan diri akan sebuah pepatah
yang didengung dengungkan guru semasa SD dulu.
“Berakit rakit ke
hulu, berenang renang ke tepian. Bersakit sakit dahulu, bersenang senang
kemudian.” Oke sip.
Untung saya masih bisa
menginap di rumah Bulek yang tidak jauh dari kost, atau bisa juga nebeng tidur
di teman kost bernama Miss Ivy, yang kemudian saya singkat menjadi Misipi.
Banyak orang baik yang sangat membantu di perantauan dan membuat hidup saya
sarat warna.
Bersyukurnya lagi
karena baby Jo, begitu saya memanggilnya, tidak terlalu merepotkan. Di awal
awal memang sempat tidak doyan nasi dan masakan berbau menyengat. Saya juga
merasa lemas dan mengantuk sepanjang waktu. Tapi semua keluhan berangsur membaik
begitu memasuki trimester kedua. Saya tidak pernah mengalami flek, pingsan, atau kondisi parah yang biasa dialami ibu hamil. Baby Jo agaknya sudah tahu makna kata prihatin. Kasihan Ibunya karena tidak ada yang mengelus elus.
Dan cerita di
trimester kedua segera dimulai....
Hm menarique ya, Mbak. Anak muda biasanya mah, LDR. Ini LDM.
BalasHapusSaya tahu ini tidak mudah, oleh karena itu semangat mbak! Meski berjauhan komunikasi tetap yang harus dijaga sih. Semangat juga tho buat debay! (dede bayi) hihihi.
Iya, LDM lebih greget Awaldi hihi. Iya semoga dimudahkan dalam berkomunikasi :) demi si buah hati hihi
HapusBahagianya :D semoga lancar deh sampe netas ya dede bayi ^^
BalasHapusAamiim ya Rabb
HapusSemangat bumil, moga debay sehat2 terus dan ibuknya jugaa, selalu sabarr :)
BalasHapusMakasih mbak, semangatt!
HapusSemangat terus ya kak mey, semoga bisa lancar terus dan nanti melahirkan juga. Ditunggu Baby Jo nya :D.
BalasHapusSure Rifqi!! Aamiin, makasih yaaak
HapusSemangat Mbak Meykke..
BalasHapusLDM memang bikin nano-nano perasaan kita, apalagi sedang hamil ...Tapi, percaya, akan ada pelangi setelahnya...:)
Yuks jaga kesehatan hingga tiba saatnya. Semoga sehat semua Mace dan Baby Jo. Aamiin
Iya mbak, aamiin ya Rabb semua akan indah pada waktunya kayak lagunya Rizky Febian ya. Hihi
HapusThanks a lot mbak Dian!
Selain nikah menginjak setahun, kita juga samaan masuk ke trimester 2 yah, Mba, hihihi...
BalasHapusTrimester 1 emang penuh drama saya juga, terutama tentang makanan dan perasaan yang lebih sensitif...
Sekarang udah nendang-nendang dong yah? Sehat-sehat yah Mba Meykke dan Baby Jo...
Oh iya mbak? Allhamdulillah ya semoga sehat sehat sampai nanti saatya melahirkan ya mbak...
HapusAlhamdulillah sekarang sudah trimester ketiga dan tinggal menunggu hari untuk launching dedek bayi. Hihi..
Sehat untuk kita semua ya mbak :)