Setelah nonton Dracula
Untold, sesaat sebelum bobok bareng, gue dan Uma jelas jelas menyusun jadwal
untuk keesokan harinya. Rencananya gue dan Uma akan bangun jam 5. Kita akan
sholat dilanjutkan belanja di Ibu sayur langganan gue (langganan di sini
maksutnya at least udah pernah belanja di sana sebanyak 2 kali bersama Mbak
Tutik). Gue dan Uma akan masak bersama di ambang subuh!! Ahh, gue nggak bisa
bayangin saat saat gue dan Uma berkolaborasi meracik bumbu citarasa nusantara dan
membalutnya menjadi makanan siap santap. Ngebayanginnya aja gue udah berasa
kayak Farah Quinn.
“Well, it’s well done!”
“This is it!!! Tumis daun
pisang saus tiram bumbu balado !! Heeeeeemmm...nyummy!!” Lalu dengan serta merta
gue dan Uma menunjukkan daun pisang dipotong potong ditambah udang berbalur
cabe cabean dimana mana.
Gue dan Uma akan
berangkat naik motor menuju TMII pukul 7 pagi karena kita akan menghabiskan
waktu seharian di Taman Mini Indonesia Indah. Rencananya sungguh indah.
Dan lagi lagi dengan dalih
manusia boleh merencanakan Tuhan yang menentukan, apa yang terjadi keesokan
harinya?
Bekasi, 05.15 setelah
sholat Subuh....
*melakukan gerakan
kepiting kepanasan di atas kasur
*5detik kemudian berhenti
bergerak
Uma : “Seph, ayo
belanja.”
Gue : “5 menit lagi.”
5 menit kemudian....
Uma : “Seph, gimane
masaknya?”
Gue : “Udah beli mateng
aja.”
Uma :
“sbfdbsjfbdfygdfbdjbghfbgjf”
07.00 WIB....
Gue : “Lho?? Udah jam 7.
Kok kita masih tidur?”
Seph : “You think?”
Jam 7 yang harusnya gue
dan Uma udah selfie pake tongsis di atas motor, nyatanya gue dan Uma masih ngumpulin
nyawa dan juga kotoran mata yang masih kececer dimana mana.
Pada akhirnya gue dan Uma
berangkat jam 9!! Mentari lamat lamat mulai menggeram dan deru mesin motor gue
mulai membelah jalanan pinggiran Jakarta Timur. Gue dan Uma berbagi tugas.
Ibarat kata Uma adalah penentu langkah dan gue adalah pelaksana.
Sebenarnya ini adalah
kunjungan gue yang kali kedua sejak gue merantau di Jeckardah. Kunjungan
pertama saat itu gue bersama Yaya, bisa dibaca di MARI!!. Hanya saja, gue dulu
belum berani naik motor dan mengarungi jalanan cadas Ibu Kota. Gue naik
Transjakarta. Kali ini jelas berbeda, gue berasa naik 1 kelas lebih tinggi.
Walau pun sebenarnya gue penuh dengan kegamangan. Nih nggak jalan motor, nggak jalan
hidup gamang semua. *menujupancuran
Berbekal bismillah gue
mulai melajukan motor. Seperti halnya banyak jalan menuju Roma, sesungguhnya
banyak jalan menuju TMII. Yang gue tahu, gue bisa lewat jalan Hankam atau bisa
juga lewat Pondok Rangon lalu Cilangkap. Keduanya sama sama berjarak 11 km.
Sebelumnya gue melihat dengan seksama kedua jalur itu. Jalur pertama adalah
jalur yang disarankan oleh teman teman kerja gue. Jalur Pondok Rangon lanjut
Cilangkap.
“Jadi, biasanya kalo ke
rumah aku khan belok kiri, tapi ini kamu lurus terus aja. Terus begitu sampai
di pertigaan yang ada Indomaret di sebelah kanan, kamu belok kanan. Begitu
sampai di Cilangkap, kamu ngikutin aja angkot warna merah nomor 02.” Gue lagi
lagi gamang. Jadi gue harus ngikutin angkot gitu??
“Laaah, masa gue harus
ngikutin angkot sih. Kalo angkotnya jalan, gue ikutan jalan. Kalo angkotnya
berhenti, gue juga ikut berhenti?? Lah kapan sampenya, keburu temen gue udah
nikah semua..”
“Ya nggak Mey, aduh! Khan
tuh angkot ada banyak di situ, ya nggak harus ngikutin satu angkot keles.”
Gue ngangguk saja. Walo
gue nggak bisa bayangin misalkan gue nggak ngikutin satu angkot nih, terus
waktu ada pertigaan dan nggak ada angkot yang lewat, gue harus berhenti dulu di
tepi jalan nunggu angkot lewat.
“Hayo seph, tebak nih
angkot ke kanan apa ke kiri??”
“Wani piro??”
“Cepek dah. Aku nebak
kanan...”
“Oke aku kiri.”
Yang ada kita malah judi
di pinggir jalan. Yang ada gue dan Uma disusul sama Bang Rhoma Irama.
“Judi!! (judi), meracuni kehidupan
Judi!! (judi), meracuni keimanan"
Gue lihat di GPS jalannya
berliku liku kayak hidup gue. Jalur yang kedua adalah via Jalan Hankam. Gue
pernah menjamah jejalanan itu sampai sebatas SMP Labschool. Dan well, jalannya
cenderung banyak lurusnya walau jalan lurus sepuluh yang harus ditempuh kata
Gita Gutawa. Dan seperti manusia lainnya, gue memilih jalan yang cenderung
lurus tanpa banyak lika liku.
Dengan semangat berkobar
kobar gue dan Uma menempuh jalan Hankam. Jalan tidak begitu macet kayak yang
sering lu diliat di tipi tipi. Khan ini jalan tikus. Begitu sampai di sebuah
bundaran, gue mulai bingung. Gue belum pernah sampai sini.
“Seph, kanan apa kiri???”
“Bentar bentar...”
“Cepatan nih udah mau
sampe..”
Akhirnya gue nyetir motor
pake slowmotion.
“Owh, kiri kiri....”
“Yakin??”
“Eh, bukan! Itu jalan
tol!! Lurus aja deeeh..”
“Matih..”
Sepanjang perjalanan, Uma
akan mencoba membaca GPS dan gue akan melaksanakannya.
“Seph, ada pertigaan.
Kita ke kanan apa ke kiri??”
“Uhm....”
*mutermutertablet
“Uhm.....kanan.”
*belokkekanan
“Eh, bukan Seph. Maksutku
kiri”
“Yasaalaaaaam....”
*putarbalik
Ada kali gue putar balik
sebanyak lima kali di perjalanan berangkat. Selain emang banyak banget pertigaan
dan persimpangan di –hidupini- jalan Jakarta, gue dan Uma sering salah paham
terhadap GPS.
Pada akhirnya gue sampai
di jalan raya yang lebih besar dengan lalu lintas yang lebih membingungkan
karena banyak jalan yang hanya satu arah.
“Seph, kita harus
nyebrang tol, abis ini belok ke kanan. Itu tu tu tuh jalannyaaaaaaaa....”
Gue yang nggak siap belok
jadi bingung antara liat spion belakang takut takut ada truk di belakang sama
belok dadakan. Dan akhirnya kebablasan!!! Karena itu jalan searah, nggak
mungkin dong gue muter balik. Yang ada gue dijemput tronton dari arah
sebaliknya. Kalo udah begini, apa yang gue lakuin???
“Seph, lu turun dulu. Gue
mundurin motor dulu.”
Lalu, gue harus mundurin
pelan pelan motor gue sambil komat kamit...
“Jangan ada polisi ya
Alloh pelis ya Alloh...selamatkan hamba ya Allooooh...”
Begitu sampai di belokan,
Uma dengan sigap langsung loncat ke belakang gue dan akhirnya gue berhasil
belok. Dan cobaan ini belum selesai. Begitu gue menyeberang jembatan, ternyata
jalan itu lagi lagi jalan searah di arah yang sebaliknya!!
“Udah kita berhenti dulu,
Seph...”
“Oh iya, katanya tadi mau
beli Rendang. Tuh ada warung masakan Padang.” Akhirnya, Uma beli rendang dulu.
Bukannya apa apa, gue dan Uma yang sebelumnya sepakat akan membawa bekal berupa
nasi dan masakan kolaborasi kita berdua jadi hanya membawa bekal nasi saja. Gue
dan Uma menganut konsep ‘piknik bersama’. Rencananya gue dan Uma akan melahap
bekal bersama di atas rumput beralaskan tikar. Duh, ngomong ngomong soal
makanan perut gue jadi merintih perih. Gue belum sarapan karena emang gue nggak
pernah sarapan pagi.
Gue liat di depan gue,
plang penunjuk jalan bertuliskan Cilangkap. Uma mulai membaca –peta Dora- GPS
di tabletnya dengan mengernyitkan dahi. Gue mulai mencium gelagat yang tidak
bagus.
Gue : “Ngemeng ngemeng,
Seph. Khan tadi kita lewat Cilangkap. Kalau tuh tulisannya Cilangkap ke sana,
itu artinya kita......”
Uma : “Pulang lagi.”
Gue : “Matih...”
Uma : “TMII tu di
belakang kita...lha kita malah nyebarng jembatan terus ini jalan searah ke
jalan sebaliknya, yaitu jalan pulang. Gimana caranya biar kita bisa belok kanan
dan ke jalan lurus yang tadi.”
Gue : “ Jadi sebenarnya
tadi itu kita nggak belok kanan??”
Uma : “Nggak...”
Gue : “Ebuseeeeet, udah
gue bela belain mundurin motor ternyata nggak???”
Uma : “Nggak..yang sabar
ya...”
Gue : “Aspaaaaaaaaaaaaaaaaal,
sedot gueee sedot gueeeeeeeeeeeeee!!!!”
Akhirnya gue dan Uma
mencari jalan kembali ke jalan yang benar. Tak lama setelah gue dan Uma
melajukan motor,
Uma : “Nah, ini ke kanan
seph.... Aku yakin!”
*belokkekanan
*lurus
Uma : “Nah, ini nanti
kita lewat terowongan. Tuh, ikutin aja motor itu.”
*ikutinmotor
*lewatlorong
Uma : “Tuuuh, TMII di
sana. Kita tinggal ngikutin jalan ini.”
*ngikutinjalanini
We made it!!!
Yeaaaaaaaaaaahhhhhh!!
Akhirnya gue dan Uma sudah berada di ambang masuk TMII! Setelah melakukan
selebrasi menari gambyong bersama, akhirnya gue dan Uma cukup mengiklaskan uang
26k untuk 2 orang dewasa bersama dengan Sera, motor kesayangan.
NAIK RAILWAY
Hal pertama yang gue dan
Uma lakukan setelah makan siang karena gue dan Uma sampai di sana pukul 10.30
adalah naik kereta gantung!!
Uma emang pingin banget
naik ini. Kayak dulu pertama kali gue ke sini bareng Yaya, bisa lho dibaca di
SINI.
Liat nih muka gue dan Uma
kegirangan waktu bisa melayang di langit Indonesia mini lewat kapsul berkawat!!
Di sini gue dan Uma bisa
ngelihat TMII secara keseluruhan. Dan yang paling menarik tentu saja danau
berpulaunya. Miniatur Arsipel Indonesia (sebuah danau buatan yang terletak
ditengah-tengah TMII) merupakan bagian terpenting dari taman ini yang memiliki
luas sekitar 8 hektar. Jika dibandingkan dengan peta, danau ini memiliki
pulau-pulau dengan tingkat ketelitian hingga tinggi rendahnya daratan,
hutannya, keadaan gunung-gunungnya, tumbuh-tumbuhannya terlihat seperti yang
aslinya. Danau ini dikelilingi oleh banyak angjungan dari Sabang sampai
Merauke.
Beberapa di antaranya
adalah :
Aceh |
Bali |
Batak |
Jambi |
Joglo |
Nias |
Riau |
Sumatera Barat |
Toraja |
Kalimantan Selatan |
Oh ya, untuk bisa
bergelantung di Indonesia Mini seperti ini, gue dan Uma perlu mengeluarkan uang
sebesar 30k per orang!!! Dibandingkan dengan nikmat mata yang didapatkan, jelas
ukuran uang 30k tidak begitu menyedot dompet. Bahkan, bagi orang orang yang
mengidap fobia ketinggian bisa dicoba lho! Nggak kayak naik roller coaster atau
histeria kok. Jalannya juga pelan pelan saja, hanya sedikit terguncang saat
melewati tiang penyangga.
Setelah naik railway, gue
dan Uma memutuskan untuk naik motor mengelilingi TMII!! Karena TMII itu luasnya
nggak ketulungan, naik motor atau mobil adalah pilihan yang bijaksana.
Mengitari anjungan anjungannya aja udah capek apalagi harus mengitari seantero
TMII. Pulang pulang kakinya segeda Hulk kan nanti jadi repot.
Well, now here we are!!
Setelah menelan kenyataan pahit setahun yang lalu tentang kegagalan kita
menjamah Indonesia dalam satu kayuhan saja, hari ini gue dan Uma akhirnya bisa
menyelusuri anjungan demi anjungan dan membekukan masa bersama.
Cepereeeet!!!
Haiii, kita lagi di Jambi!! |
menyusuri Indonesia hanya dengan bermodalkan Sera!! |
"Yeaaah, I'm hereeeeeeeeeeeeeee!!!" |
Selamat datang di Jambi! |
lampu antiik!! |
"ciaaaaaaaaaaaaaatttttt!!!" |
Rumah adat megah bingittt!!! |
Sumatera Barat yang eksotis abis! Kapan bisa ke sana beneraaan! |
Sumatera Barat panas bingitt!!! |
Kita di Nias, siap siap nglompatin tuh batu!! |
Sumatera Utara, rumahnya bagus punyaa!! |
Sayangnya di kawasan ini
panasnya nggak santay banget!! Apalagi saat jam jam 12, beuuuuh....panas
banget!! Setelah mengelilingi beberapa anjungan di bagian Indonesia Timur, gue
dan Uma sempat ngadem di mushola, di salah satu area anjungan.
Gue dan Uma juga sempat
menjamah salah satu taman bernama taman Bunga yang gue nggak nemu mana
bunganya.
Badan udah capek, muka
udah kering, bibir pecah pecah, pergelangan pegal linu, hati tertatih tatih akhirnya gue dan Uma
memutuskan untuk pulang pada pukul 2 siang. Tapi, ada satu hal yang masih harus
gue dan Uma pecahkan.
“Pulangnya kita lewat
mana?”
Uma mulai membuka
tabletnya dan memutar mutar beberapa kali.
Uma : “Owh, jadi nanti
ini kita lurus, terus begitu sampai gerbang kita belok kiri, nah terus
owh,..oke oke..lurus terus ke arah Cipayung, lewat Bambu Apus, eh...bentar
bentar..eh bener terus nanti kita lewat jalan Hankam lagi..sebelumnya lewat
Pondok Gede..”
Gue : *pasrah
Di perjalanan pulang,
walau sempat tersesat (lagi) tapi kesesatan itu membawa kita ke jalan tikus yang
kemudian mengarah ke jalan Hankam, jalan yang sama saat kita berangkat! Ini
namanya kesesatan membawa berkah karena di jalan lebih tikus itu gue nggak
perlu menghadapi kemacetan.
Di perjalanan pulang,
sambil terus memegang kendali dengan penentu kecepatan di genggaman tangan
kanan, banyak hal yang gue bisa genggam hari ini.
Hidup itu tak ubahnya seperti melajukan motor di jalanan. Kadang, kita tidak tahu medan seperti apa yang akan kita lewati di depan. Ada kalanya kita tersesat. Tapi bukan itu yang penting, yang penting adalah begitu menyadarinya, kita putar balik dan mencoba jalan yang tepat. Ada kalanya pula kita berhenti barang sebentar di tepi jalan untuk bisa berpikir lebih cermat tentang persoalan hidup ‘mau dibawa kemana?’. Tersesat ataupun terjebak kemacetan hingga harus jalan merayap adalah hal yang biasa. Yang terpenting adalah mau 20km/jam, 40 km/jam atau pun 80km/jam, pastikan kita akan terus mencoba berjalan. Yang terpenting adalah setidaknya kita mempunyai pegangan berupa peta yang akan mengarahkan kita untuk sampai dan mengingatkan kita saat kita tersesat. Dan yang terpenting dari itu semua adalah KITA HARUS PUNYA TUJUAN untuk dicapai, bukan hanya sekedar berjalan tanpa destinasi, bukan hanya terus mengayuh hidup tanpa cita cita. Terakhir, partner yang tepat akan membuat ketersesatan, kesulitan berjalan, waktu waktu menghadapi kemacetan menjadi sebuah perjalanan seru yang pantas ditertawakan bersama. Terakhir, partner yang tepat akan membuat lika liku kehidupan akan mudah dilalui bersama karena saling menyokong, melindungi dan melengkapi. Partner yang tepat serupa tulang punggung dan tulang rusuk, serupa pemancar radar dan penerima, serupa sopir dan kernet, serupa wajan dan spatula.
Perjalanan gue hari ini,
tersesat lalu putar balik, berhenti sebentar dan mencoba bertanya, pake acara
mundur biar bisa belok, muter muter kayak kecoak nggak bisa bangun berhasil
membawa banyak pelajaran. Dan pada akhirnya, gue dan Uma bisa sampai di pintu
masuk 1 TMII. Dan pada akhirnya, gue dan Uma nggak harus nyanyi,
Aku terjatuh dan tak bisa
bangkit lagi
Aku tenggelam dalam
lautan luka dalam
Aku tersesat dan tak tahu
arah jalan pulang
Aku tanpamu butiran debu
-to be continued-
References :
http://www.tamanmini.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Mini_Indonesia_Indah
http://www.tamanmini.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Mini_Indonesia_Indah
haii meyy, wahh udah lama gak main dimari, dateng2 langsung disuguhi khayalan Tumis daun pisang saus tiram bumbu balado, gue jadi bergidik ngeri membayangkan makanan itu masuk kemulut gue. udahlah ya. :D
BalasHapusasiiknya mey, jalan-jalan terus. guenya kapan diajak yaa? keren banger euy TMII, gue kira cuma taman biasa gitu mey, yang isinya orang2 yang asik memadu kasih. gak taunyaa..
cukup dengan ke TMII aja bisa lihat rumah adat diseluruh indonesia ya mey? waww mauuu. nyesel gue baca, jadi pengen. sedangkan jalan-jalan adalah hal yang paling mustahil dalam hidup gue.
Mbk, kalo jalan-jalan ketempat keren gini ajak aku ya. :D
BalasHapusMbk, kalo jalan-jalan ketempat keren gini, ajak pangeran wortel kenapa. :D
BalasHapuswew keren kak baru tahu kalau TMII seindah itu bikin ngiler aja haha, ternyata ke TMII jalanya susah juga ya dan itu aku suka banget filosofi yang bercetak tebal sangat inspiratif :)
BalasHapusKeren mbak pelajaran yang didapat dari perjalanannya. Gue suke. Memang hidup harus punya tujuan, karena tanpa tujuan hidup kita akan penuh dengan kegamangan. Keren.
BalasHapusEh iya, polbek dong kakaaaaaak :D
HapusKerenlah pokonya, ya ilah ini kisahnya ga beda jauh nih sama gue pas lagi gabut jalan jalan sama temen, begitu kalo nanya jalan dengan modal gps akhirnya gue muter muter disitu situ lagi, dan akhirnya sampai ke TMII tapi engga sampe masuk :" sayang banget yah huhu
BalasHapusTMII sekarang jadi bagus ya. Waktu gua kecil, rasanya belum seindah ini...udah agak lupa nih
BalasHapusah elu tapi baru muter setengah hari di TMII udah terkapar aja di taman bunga wakkakakak petualangan selanjutnya roller coaster yuk hhhh
BalasHapusHidup itu emang kaya perjalanan naik motor hehehe... Seru banget nih cerita hidupnya eh maksudnya cerita perjalanannya yang penuh persimpangan, kadang GPS itu bisa menipu lebih ngena kalo pake cara lama yaitu tanya jalan ke orang sekitar biar kagak nyasar hehehe
BalasHapus