Di tanah rantau ini gue
punya dua macam teman berdasarkan letak geografisnya. Pertama, gue punya teman
kerja karena kita berteman di tempat kerja. Yang kedua, gue punya teman kost
karena kita berteman saat sudah pulang dari tempat kerja. Menurut gue pun penanganannya
macam macam teman berdasarkan letak geografis ini sangat berbeda. Di tempat
kerja, gue berteman dengan teman teman kerja gue sebagai Miss Meykke yang suka
joged joged di kelas tak jarang kayang pake hulahop tapi boong. Nah, di kost
gue berteman dengan teman teman kost gue sebagai Meykke yang suka ngeles tiap
disuruh bangun pagi. Percakapan pertama gue setiap hari hampir dipastikan
seperti ini.
Barbara : “Miko,
banguuun!!”
Gue : “Hmm? Jam berapa
sih?”
Barbara : “5..katanya mau
jogging..”
Gue : “Iya, ntar 5 menit
lagi.”
Kasandra : “Iya, liat aja
mbak Barbara. Pasti 5 menit kali 10.”
Jam 8...
Gue : “Loh, mbak? Kok
nggak jadi jogging?”
Barbara : “Lah, orang
kamu dibangunin katanya 5 menit lagi.”
Gue : “Yah mbak, khan aku
udah bilang banguninnya yang keras digedor gedor... Itu tadi aku masih dalam
keadaan sadar dan nggak sadar.”
Esok harinya...
Barbara : “Mikoooooooo!!!
Bangunnnn!!!” Dia menggedor gue dari segala sisi mata angin. Tembok utara,
selatan, barat daya, semuanya. Gue yang baru tidur hampir tengah malam udah
kayak cacing dikasih Molto cair.
Gue : “Aduh, jam berapa
sih? Berisik amat mbak ah!”
Barbara : “Ya Alloh..berilah
Hamba kesabaran ya Alloh.... Kuatkanlah Hamba...” Mbak Barbara cuman bisa
mengelus tembok karena mengelus dada udah mainstream.
---
Tapi, sebelum gue bertemu
dengan sebut saja Barbara dan Kasandra itu, ada jalan panjang yang harus gue lalui. Gue
namakan lika liku anak kost level newbie.
Dalam 23 tahun gue merem
melek, baru kali ini gue ngekost. Tapi, awal awal gue ngekost di kost ini gue
bener bener butiran debu di gurun Gobi. Tiap gue pulang ke kost, kost udah
kayak kuburan Jawa. Kalau kuburan Cina mah masih mending banyak yang pacaran
tanpa modal di sela sela nisannya. Tapi sumpah itu bukan gue.
Lah, ini kuburan Jawa.
Gue pulang jam 6 magrib dan lampu belum ada yang nyala. Artinya, belum ada yang
pulang.
“Assalamualaikum...” Gue
membuka pintu kost.
“Waalaikumsalam...” Gue
jawab sendiri.
“Belum ada yang pulang
nih?”
“Belum....”
Di kost ini ada lima
kamar dengan satu ruang tamu, satu dapur dan tempat cuci baju berikut dua kamar
mandinya. Gue sengaja mengambil kost daripada kontrakan. Di sini kontrakan adalah
rumah yang dipisah pisah. Satu kotakan rumah sudah berisi kamar, ruang tamu,
dapur dan kamar mandi yang bisa dihuni sendiri. Namun, kost adalah satu rumah
yang berisi banyak kamar dengan shared living room, kitchen and bathroom. Alasan
gue memilih kost sangat jelas. Biar gue punya teman.
Tapi memang manusia boleh
berencana Tuhan yang menentukan itu sangat benar adanya. Dulu, gue punya empat
teman kost. Yang pertama adalah mbak Maya. Mbak Maya ini kamarnya ada di paling
depan. Gue rasa mbak Maya ini keren sekali. Dia kemana mana pake headset lalu
ngomong bahasa Inggris. Kadang, di kamar dia juga telponan sama bule pake
speaker.
“Hay, what are you doing,
Peter?”
“I’m talking with you
now, see?”
“Hahaha, alright. I
see..what will you do after this?”
“I want to...ehm..you
want to know so much or just know?”
“Ehm...what yaaaa...I
want to know so much then..”
“ihh, you are want to
know only! Knowing every particular subject!”
“Hahahaha...come on..I
just want to know..”
“After this, I will..ehm..I
will...live together with you, forever...”
Huoooookkkk!!! Buset gue
yang nggak sengaja lewat depan kamarnya hampir keselek jengkol. Oke fine emang
waktu itu malam minggu tapi ya nggak perlu pacaran pake di speaker juga keles.
Emang mbak Maya ini nggak bisa ngerti kalau sakitnya itu di sini??? Sejak saat
itu gue menilai kalau mbak Maya ini tega banget sama gue. Pingin banget gue
mendobrak kamar dia dan bilang ke dia.
“Mbak maya, kamu tega
sama aku!”
“What’s wrong with you?”
“Why do you have to use
speaker? Kill it! Kill it!!” Gue meronta.
“Lu pikir ini kecoak,
main kill kill aja.” Gue emang orangnya gitu. Tiap kali gue emosi, bahasa
Inggris gue celemotan.
Tapi gue urungkan niat
gue untuk mendemo mbak Maya. Gue akhirnya hanya bisa kembali ke kamar dan cari
kecoak. Hati gue tertikam sembilu. Namun, beberapa bulan kemudian mbak Maya
pindah kost. Bye, mbak Maya..... Gue dan mbak Maya akhirnya nggak sempet ngeteh
bareng sambil ngomong bahasa Inggris.
"You know what Mbak Maya, I can speak English, too."
Yang kedua adalah mbak
Titik. Ibarat kata mbak Titik ini adalah ibu kost kedua. Dia yang paling
senior. Kegemarannya adalah bersih bersih dan nonton bola. Dulu, sebelum sampah
dibagi sendiri sendiri, dialah yang membuang sampah setiap hari. Dia juga yang
beli gas, dia yang suka nyapu dan bersihin teras. Soal nonton bola jangan
pernah dipertanyakan lagi. Bahkan, pertandingan bola dini pun dia jabanin walau
pun besoknya dia harus berangkat super pagi buat kerja. Pernah suatu malam gue
lagi mimpi ketemu mantan. Saat itu adegannya kita lagi menikmati sunset di
sebuah danau. Kemilau sinar keemasan mulai berhamburan di sepanjang penjuru,
elok sekali. Kita sama sama diam karena diam seribu tahun pun gue mau asal
berdiam bersama sama, mendiami masing masing hati hingga benar benar diam
sampai batas sel tubuh. Namun, tiba tiba HP mantan gue bunyi keras banget!!
“Buset dah, tuh HP kamu
yang bunyi, yang?”
“Ihh, nggak lah. Orang
kemesrek kayak begitu juga.”
“Lah, terus ini bunyi
gaduh apaan dong??”
“Tipi kamar kamu belum
dimatiin kali?”
“Udah lah aku nggak
pernah ketiduran pas nonton tipi.”
Dan suara itu kemudian
merangsek masuk dan memenuhi udara sampai akhirnya gue saking kagetnya gue
langsung duduk. Sumpah yang ini beneran. Dari terlelap gue tiba tiba udah
bangun dalam posisi duduk! Ternyata mbak Titik lagi liat bola di ruang tamu dan
lupa daratan. Di keheningan malam, dia tiba tiba mengeluarkan kemampuan
spiritualnya.
“GUOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOLLLLLLLLLLLLL!!!”
Buset bener dah, mbak
Titik!
“Mbak Titik, goalnya
biasa aja keles!” Abis itu gue nggak bisa tidur sampai subuh. Bukannya apa apa, gue jadi galau dan malah bikin puisi. Setelah kejadian
itu gue berdoa setiap hari, semoga nggak ada pertandingan bola yang disiarkan
malam malam. Gue takut kena serangan jantung. Gue masih muda, radar gue masih
bergerak bebas di angkasa. Gue belum bisa nyanyi “Perahu Kertas”nya Maudi
Ayundya.
Tapi, dia sosok pemalu
menurut gue. Pernah suatu ketika dia lagi nonton tipi di ruang tamu. Karena gue
udah bosen ngomong sama tembok, kipas angin, magic com dan kardus susu Anlene,
gue memberanikan diri untuk ikutan nongkrong sehabis kerja. Gue lalu muncul
dengan muka yang gue bikin semanis mungkin. Gue akan duduk saat mbak Titik ke
kamar buat ambil cemilan. Dia balik lagi dengan cemilan di tangan. Di ruang
tamu pun masih berserakan kertas kertas hasil rekapnya karena dia bekerja di
sebuah toko furniture.
“Hai mbak Titik...” gue
menyapa duluan, sksd orang sering bilang karena kalau snsd itu girl-band Korea
Selatan.
“Eh, mbak...” Gue yakin
dia nggak tahu nama gue karena dia berhenti di suku kata mbak dengan bola mata
yang bergerak gerak ke atas lalu ke bawah berulang ulang. Tapi mulutnya nggak
berbusa sih.
Lalu, tiba tiba dia
membersihkan berkas berkasnya dan akan beranjak pergi.
“Lho mbak, nggak jadi
liat tipi?”
“Nggak mbak, acaranya
ternyata jelek jelek....” Padahal gue tahu kalau jam segini di hari ini dia
suka liat MotorGP.
“Ini acaranya yang jelek
apa yang mau nemenin nonton yang jelek??” Gue dirundung nestapa begitu
ditinggalkan mbak Titik sendirian di ruang tamu. Buat apa gue nonton sendirian?
Kalau mau sendirian juga gue bisa nonton di kamar gue. Di titik ini gue merasa
berteman begitu susah. Pingin rasanya gue ngepang rambut gue lalu duduk di
depan pintu kamar mbak Titik.
“Do you wanna build a
snowman?
Come on lets go and play
I never see you anymore
Come out the door”
“Go away, Mbak....”
“Oke, byeee....”
Cari temen kost cucok gagal.
Tapi, akhirnya gue
berhasil bercakap cakap begitu intens dengan mbak Titik. Seperti biasa, saat
itu mbak Titik sedang nonton tipi sambil makan buah mangga. Dan karena gue
adalah orang yang tak mudah menyerah, gue memberanikan diri untuk ikutan nonton
sama mbak Titik lagi. Kalau pun nanti Mbak Titik bilang ternyata acaranya
jelek, gue akan terima takdir gue apa adanya. Tapi, kali ini gayung gue
bersambut. Tapi sumpah, ini bukan soal nenek nenek.
“Hai mbak Titik...”
“Hai mbak....” Seperti
biasa, dia berhenti di suka kata mbak karena dia entah lupa atau memang belum
tau nama gue.
“Lagi makan apa mbak?”
“Mangga, kamu mau?”
“owh, nggak
kok....cegluk!”
“Oh iya mbak, kamu nanti
hari Kamis bisa pindah di kamar aku yang lebih luasan.”
“Lah, kenapa emang mbak
Titik?”
“Aku mau pindah...”
“Kenapa Mbak Titik?”
“Aku disuruh pulang aja
sama mama aku, udah cukup ngekostnya...”
“Emang rumahnya dimana
mbak?"
" Citerep...”
“Owh...gitu ya
mbak..boleh deh mbak...aku ngomong dulu sama bu kost ya mbak...”\
“Iya boleh...”
Dan dari percakapan
intens dari hati ke hati itu gue sekarang nempatin bekas kamar mbak Titik yang lebih longgar
dengan letak paling strategis menurut gue. Kamarnya ada di tengah rumah dengan
luas hampir dua kali kamar gue yang dulu. Sayangnya percakapan gue dengan mbak
Titik terjadi di detik detik terakhir dia di sini padahal gue udah ngekost di
sini waktu itu hampir 7 bulan. Dan ini adalah kali pertama gue ngomong dari
hati ke hati sama mbak Titik.
Ahh, masih banyak
kenangan gue bersama mbak Titik dan penghuni penghuni kost lainnya yang udah
kayak lampu nya Aladin. Ajaib bingit!
To be continued.
Iya. Memang sulit mencari teman kost yang sehati. Gue semenjak semester 1 sampai sekarang udah semester 5, udah beberapa kali pindah kost. Memang, mencari yang nyaman itu tidak gampang :)
BalasHapusahaha lucu deh.
BalasHapusaku gak kebayang aja gimana kalo mbak mey beneran nyanyi "do you wanna build a snow man" di depan kamar mbak titik. mungkin mbak titik seketika kejang.
berati kosan mbak mey itu orangnya semacam individualis gitu yah. satu sama lain cukup tau ajah gitu
Kasian amat mb Meykke harus sebegitu tersiksa, tertegun, teriris-iris dengan sosok mereka teman-teman kos yang super unik dengan kebiasaan dan adat masing-masing. Buahahaha, tapi yang paling miris adalah ketika nyuruh matiin speakernya mb Maya. Pasti mb Meykke JOMBLOOOO kaaaan..... ketauan niyeee *krik krik*
BalasHapusWah, emang kalo satu kos sama orang-orang yang dari awal nggak kenal atau nggak punya kesamaan (misal tempat kerjanya sama atau dulunya satu kampus) itu emang susah.
BalasHapusMbak meey, semoga dapet temen kos yang minimal gamalu-maluin dan bisa di ajak buat kondangan temen pas nikah. Temen hidup gitu hoho *kemudian dilempar speaker dari jauh*
BalasHapusYang sabar, yaa, punya temen kost kayak gitu. Temennya lucu-lucu. Apalagi mbak Titik. :D
BalasHapusinteraksi yang baik dan pas akan menjadi cahaya tanpa settting..
BalasHapusseperti halnya mbak mey...dan wajar sih...seperti halnya dunia keluarga...
cerita ini kayaknya pernah diceritain juga deh.....atau entah orangnya beda...intinya orangnya cuek dan nggak perdulian..bener ya mbak? udah pernah ditulis tentang orang ini?
BalasHapusah..akhirnya perpisahannya tidak dalam bentuk sad ending...alhamdulillah
knock off designer handbags
BalasHapusrolex watches
jordan 6
omega watches
roshe run
roshe runs
salvatore ferragamo shoes
the north face outlet
north face jackets outlet
thomas sabo
tiffany jewelry
tiffany co
timberland boots
timberland outlet
tommy hilfiger polos
tommy hilfiger coupons
toms shoes
rolex watches
omega watches
p90x
giuseppe zanotti
mac cosmetics
instyler
mizuno running
handbags outlet
hilfiger outlet
ed hardy
levi's jeans
bcbg max azria
bebe outlet
harrods