PS. Ini adalah mantan calon cerita cerita gue yang ingin gue bukukan 2 taun lalu. Namun, karena tiba tiba hiatus melanda dan gue nggak bisa menyelesaikan cerita cerita berikutnya serta hidup gue makin lama makin nggak selucu itu, jadilah buku itu tinggal harapan dan kenangan saja. Jadi, daripada teronggok di folder, mendingan gue post aja di sini ya, gaes. Selamat membaca!!
Perihal :
Surat Cinta
Dengan cinta,
“Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh...
Hai...apa
kabar?
Kemarin
ulangan Matematikanya bisa atau tidak? Aku yang nomor 9 nggak bisa, soalnya aku
lupa caranya...semoga kamu bisa ya...
Oh iya, aku
mau bilang sesuatu.....”
Itu adalah penggalan awalan surat yang gue tulis saat
tubuh jangkung yang cenderung terdiri dari unsur kulit, tulang berkolaborasi
dengan kentut ini masih berbalut seragam merah putih. Iye, saat gue SD. Seperti
anak Indonesia lainnya, saat saat SD adalah saat dimana hal hal baru bertaburan
di hidup gue. Salah satunya adalah tahu kalau monyet itu juga punya cinta,
cinta monyet.
Adalah Budi, temen gue sekelas. Kita mulai sekelas saat
gue menginjak bangku kelas 4. Tapi, guru gue tiba tiba marah marah,
“Meykkeeee!!!
Bangku kok diinjak injak!!!”
Lalu, gue ganti. Kita mulai sekelas saat gue duduk di
bangku kelas 4.
“Nahhh,
gitu...baru namanya anak sopan....”
Dia lebih tua dua tahun daripada gue, tertampar keadaan
kalau dia pernah gagal move on sebanyak dua kali. Gue juga heran, Budi masih
kecil tapi move on aja susah. Gue nggak bisa bayangin saat dia beranjak dewasa.
Dia pasti nyanyi lumpuhkanlah ingatanku karena dia ngerasa menjadi butiran
debu. Tapi, kata buku “Cara Berternak
Lele Jumbo” yang pernah gue pinjem di perpustakaan, cinta itu buta. Iye,
nggak peduli dia gagal move on dua kali, tak peduli lima kali lima adalah
misteri yang belum terpecahkan untuknya, atau pun bacaan en a na es i si adalah
bubur, toh jantung gue tetep berdegup kencang tiap kali gue ngintipin dia makan
gorengan sambil glesotan. Kadang, gue lihat dia makan gorengan sambil kayang.
Tapi, intinya dia mau makan gorengan dengan apapun gayanya, gue yakin minumnya
teh Botol Sastro. Dia mau kayak apaaaa aja, gue tetep suka. Nah, itu dia. Itu
dia perbedaan anak kecil dan dewasa saat mencintai atau menyukai seseorang.
Selain gagal move on dua kali, Budi juga suka ketiduran
di kelas. Bahkan, saking asiknya gue pernah liat dia bikin sungai Amazon mana
cabangnya kemana mana. Tiap kali musim pancaroba, hidung Budi berlinangan.
“Buseeet, itu hidung apa air terjun?”
Gue kadang suka bingung saking derasnya. Tapi, Budi emang cowok cool. Sebagai cowok gentleman, dia nggak pernah bawa tissue ataupun
sapu tangan. Tinggal dia usap pake punggung tangan, beres semua perkara. Walau
pun pada akhirnya gue liat semburat semburat kuning di pipinya. Sisa air terjun
yang telah mengering. Tapi, bagaimana pun Budi, di mata gue dia yang terbaek.
Apapun yang dia lakukan, dia selalu terlihat ganteng maksimal di mata gue. Dan kalau saat itu, saat gue kelas 4 SD
ditanya perihal,
Maka, jawaban yang akan gue sodorkan dengan muka unyuk
dan polos di bangku SD saat itu adalah,
“Karena aku suka aja.”
Lalu, beberapa hari yang lalu gue mencoba bertanya kepada
beberapa pasangan yang hendak menikah.
Gue : “Kenapa kamu cinta sama pasangan kamu?”
Narasumber 1 : “Ehm...karena...gue pikir dia bisa
bahagiain gue. Dia udah mapan, bertanggung jawab, cinta keluarga, arif dan
bijaksana, rajin menabung dan tidak sombong. Lalu, apalagi yang gue cari?”
Narasumber 2 : “Ya karena dia ganteng, sabar, penurut
lagi. Tiap aku minta nganterin ke sana, dia nganterin..tiap aku pingin makan
apa, dia beliin...tiap aku capek, dia yang mijitin. Terus, dilihat dari bibit
bebet bobot bubut, dia bisa menjadi pemimpin yang baik, why not?”
Narasumber 3 : “Eits, emang siapa yang bilang gue cinta
sama dia?”
Gue rasa cinta tak bersyarat cuman bisa terjadi di Drama
Korea dan cinta anak kecil kepada anak kecil lainnya. Semakin dewasa seseorang,
maka akan banyak syarat yang diajukan untuk bisa mencintai pasangannya.
---
“Inikah
cinta??”
Saat itu, gue sedang dilanda kegalauan tiada akhir. Gue
makan tak enak, tidur tak nyenyak, dan buang air besar tak lancar. Ternyata,
gue perlu minum obat pencahar. Tapi sebenarnya gue sedang dirundung rasa suka.
Lalu, Gue curhat sambil makan gorengan di kantin sekolah. Sahabat gue, Fita
mengangguk penuh takzim.
“Kata kakak
gue, cinta itu kalo lo pernah ngomong ‘aku cinta’, gitu...”
“Jadi, harus
ngomong ya?” ucap gue.
“Yoi...”
Tiap hari kata kata Fita terngiang di telinga gue,
berputar putar. Saat gue belajar matematika pun susunan angka angkanya tiba
tiba berayunan dan merangsek paksa membentuk nama Budi. Gue juga suka noleh ke dia saat pelajaran. Dia selalu duduk di meja paling
belakang dan paling pojok. Mukanya selalu datar dari awal sampai akhir
pelajaran. Kadang gue buru buru berdo’a,
“Ya
Alloh...tolong Andang ya Alloh...tunjukkanlah dia ke jalan yang benar...” Gue buru buru mengamininya, takut dia tiba tiba
kerasukan saking mlompongnya. Tiap bu guru nyuruh dia ngerjain soal atau baca
paragraf, dia bengong, umbel menganak pinak.
“Budi, coba kamu jawab soal nomor 7. Dibaca saja dari
situ.”
Budi diem....
“Budi, kamu denger Ibu nggak? Coba baca nomor 7
sekarang.”
Budi diem... Suasana berubah tegang karena Budi belum
juga baca jawaban nomor 7. Lalu, gue liat mata Budi berkaca kaca. Kemudian
berkayu kayu. Lima koma lima detik kemudian Budi sesegukan. Sungguh situasi
yang anti-klimaks. Dari situ gue tahu kalau hati Budi sangatlah lembut. Dia
ternyata mudah terharu. Gue nggak nyangka.
Dari situ, gue kembali inget kata kata Fita. Kata Kakak
Fita, cinta adalah saat lo bilang aku cinta kamu di hadapan orang yang lo
cinta. Fixed. Gue rasa dengan hati selembut itu, gue nggak bisa nunggu Budi lama lama. Sebagai juara kedua sekelas, gue harus lebih pintar merancang
rencana.
Gue akan nembak Budi. Bukan, gue bukan ingin jadi
kriminal, gue cuman mabuk bukan kepayang. Kalau ditanya soal alasan pun gue juga
nggak tahu kenapa dan sejak kapan. Yang jelas, pose dia yang paling cool adalah
saat dia makan gorengan sambil glesotan. Dia cakep banget kayak Nicholas
Saputra.
Tapi, gue punya masalah selanjutnya. Masalah selanjutnya
adalah bagaimana cara nembak Budi?
Masa iya gue harus ngomong di depannya,
“Budi, kamu akan aku tembak ya. Kamu udah siap?”
Yang ada Budi nangis lagi, dikira gue bawa senapan
kayak di film Rambo yang dulu lagi booming abis. Gue pening banget soal ini.
“Kata kakakku, nembak itu bisa pake surat cinta, Mey!!”
Fita kembali membawa pencerahan buat gue.
“Surat Cinta?”
“Iya, surat cinta. Surat yang isinya itu bilang aku suka
kamu gitu.”, jawab Fita dengan penuh keyakinan.
“Berapa kali?”
Di dalam bayangan gue, surat cinta itu seperti ini :
Aku suka kamu.
Aku suka kamu.
Aku suka kamu.
Aku suka kamu.
Nilai :
Paraf :
-bersambung, gaes-
Cintanya anak kecil dan orang dewasa emang beda Meyk, sesungguhnya cinta tak bersyarat itu nggak ada hahaha. Realistis sih sekarang zamannya.
BalasHapusBtw waktu kecil kok aku nggak surat2an kayak km dan Budi gt ya? Hahaha
iya makin dewasa kita emang harus lebih realistis ya mbak.
Hapusitu benar benar terjadi lo mbak. tau deh dari kecil udah bakat jadi penulis kali ya *ngeles
Hm, memang cinta itu suatu yang rumit. Ketika kecil tidak ada hal-hal yang mengotori pikiran kita tentang makna cinta. Pokoknya cinta itu suka. Kalau aku suka dia, ya aku cinta dia, udah cukup sampai situ. Tapi makin dewasa, semakin banyak membaca postingan galau, berbagai goals di OA, dan kontaminasi tentang cinta lainnya, bermuncullah berbagai kata untuk mendefinisikan tingkatan cinta mulai dari baper sampai sayang. Ah, pusing emang mikirin cinta xD.
BalasHapusTapi penasaran deh sama isi surat cintanya, apa bener bakal ditulis kayak gitu? :x
iya, cinta emang begitu ya. Gue juga nggak ngerti deh.
HapusPenasaran yaaaa??? Tunggu next episode.
cieeeee.......wkwkwkwkwkw :v
BalasHapusini benerankan bukan fiksi???? ceritanya sungguh menarik, tapi terlalu bertele-tele.....hehe
mungkin bisa dibuat surat yang sangat menarik, lalu kirimkan ke budi lewat perantara seseorang.....hihihi
semoga complete.
mungkin kakak bisa
ini idenya beneran cuman ada banyak improvisasi atau elaborasi demi kepentingan cerita *halah
HapusIya, doakan kakak ya haha
waaahhh..........gk ori ini.....hehe
HapusMungkin ini yang di namanya cinta bunta (?) tapi masalahya mey km sudah cinta buta waku di bangku sekolah dasar. cepettt bangettt
BalasHapusiya, mungkin aku dewasa terlalu cepat.
HapusTulisan macam apa ini? Hahaha bahas tentang surat cinta segala, masih SD gak usah cinta-cintaan, lha wong budi cintanya kan cuma sama Ani, wkwkwk ingat kan pelajaran bahasa Indonesia, Budi dan Ani beramgkkat ke sekolah bersama hahaha.
BalasHapuslaaah, bukannya Budi dan Ani itu anak Bapak dan Ibu?? Mereka kan bersaudara!! Gimana toh?
HapusCinta tak bersyarat? Yah itu mungkin emang cuma ada di drama korea yang perfect bgt. Saran aja buat para cewek. Jangan kebanyakan nonton korea. Gak baik buat para jomblo indonesia. Makin banyak jomblo lagi. Wkwkw
BalasHapusAh. Ngerasain surat2an zaman kecil? Gue gak pernah nih. Gue aja cupu bgt. Apalagi yang begituan. Mana berani! Hahaha
iya, makanya gue sekarang berusaha untuk stop nonton Drama Korea...ya setidaknya gue batasi 1 hari 1 episode aja nggak usah banyak banyak.
HapusIya gue juga bingung gue kenapa bisa seberani itu. Gue emang wanita pemberani ya
AAARRRGHHHH, lanjutinnnnnn!!! Gua ga tahan, mana mana lanjutannya, pengen bacaaaaa >_<
BalasHapusCerita lu bikin gua teringat sama kisah cinta pertama gua sewaktu SD (ada di blog gua dalam bentuk cerbung berjudul First Love). Kisah cinta monyet itu memang so sweet abis, di saat kita mencintai hanya karena cinta, bukan karena bibit bebet bobot. Naif memang, tapi gua rasa itulah bentuk cinta yang paling tulus. Cinta yang tanpa syarat =)
Iya, setelah gue inget inget juga itu kayak cinta paling tulus kali ya. Eh, tapi enggak juga. Sekarang juga gue sedang belajar tulus mencintai seseorang yang InshaAlloh akan mencintai gue juga dengan tulus dan kita akan hidup bersama saling membahagiakan. Ketik "AAMIIN"
Hapus