“Waaaaaaaaah.....”gue
takjub begitu masuk dalam ruangan berbentuk hangar yang begitu luas. Langit
langit melengkung tinggi dengan begitu banyak tabung bersayap. Bentuk dan
warnanya beraneka rupa. Bahkan beberapa di antaranya seakan terbang di langit
langit hangar. Gue hitung, 1...2...3...4...banyak sekali!! Ada pesawat berawak
satu berbentuk seperti capung, ada pesawat pembom, rudal raksasa, bahkan
pesawat buatan Indonesia yang menjadi favorite gue, yaitu pesawat Glider
Kampret!!! Gue langsung mendekati Angga dan membisikkan sesuatu di telinganya.
“KAMPRET!!!” Angga
mendelik.
“Mey, jangan macem macem
kamu ya! Nggak aku ajak pulang nih. Aku tinggal nih!”
“Jangan dong Ngga....aku
cuman ngasih kamu ada pesawat namanya kampret.”
“Jangan mengada ada deh.”
“Nih,
liaaaaaaaaaaaaaaaattt!! Fotoin aku yakk!”
---
24 Desember 2014. Setelah
gue pulang kampung sehari sebelumnya, tanpa babibu gue langsung cap cus ke
Jogjakarta. Bermula dengan ajakan Angga dari BBM, gue iyain aja karena gue
emang pingin banget bisa piknik ke Jogja.
Ini bukan kali pertama
gue melakukan petualangan Sherina bersama Angga. Gue dan dia bersama teman
lain pernah melakukan perjalanan super seruuuuu seperti : Merayap di GunungAndong, Semarang! Menjenguk Nenek Moyang di Museum Sangiran, Solo! Dan juga
Mendayung Sampan di Wadukombo, Sragen!! Menyaksikan Puing Puing Candi Dukuh, Ambarawa! Memandang Air Terjun Curug Kembar Bolodewo, Wirogomo! Melongok Benteng Pendem, Ambarawa! Itu kejadiaannya saat gue masih jadi
anak kuliahan. Yang gue tahu dari Angga adalah sosok pribadi yang kalem dan
cenderung melankolis. Dia sangat suka mengunjungi tempat tempat yang berbau
masa lalu ; museum dan candi. Beda sama gue yang suka mengenang masa lalu ; gagal move
on. Namun, walau pun gue dan Angga mempunyai sifat yang bertolak belakang,
melakukan perjalanan bersamanya, gue ngerasa riang gembira. Eits, namun kali
ini nggak cuman kita berdua aja. Adalah Mbak Vica, kakak Angga yang membawa
misi utama ke Jogjakarta yaitu menjenguk temannya yang baru saja melahirkan.
Mbak Vica ini juga mantan dosen gue di kampus dulu. Itu mengapa ada peribahasa
mengatakan, dunia ini seluas daun slobor.
Nggak tanggung tanggung,
gue berangkat dari rumah jam 5 pagi karena gue harus ke Salatiga, ke rumah
Angga. Jam 6 gue sampai, dan 6.20 kita mengucapkan basmalah.
Pertama, kita naik bis
Royal Safari menuju Solo. Setelah sempat tidur lalu bangun, eh belum
sampai..tidur terus kebangun eh belum sampai sebanyak 5 kali, akhirnya gue
sampai juga di terminal Giwangan, Solo 3 jam berikutnya.
“Lho?? Katanya Jogja? Kok
Solo Mey?”
Pertanyaan bagus. Berarti
gue harus bagaimana biar bisa menginjak tanah Jogja? Naik bis lagi. Kali ini
bisnya jauh lebih melelahkan. Pertama kali masuk gue harus berdiri dan
berdesakan dengan penumpang lain. Maklum, ini bis jurusan Surabaya PATAS.
Untungnya gue rajin melakukan angkat beban. Ehm..walaupun itu beban kehidupan
tapi pada intinya gue sudah lumayan seterong. Tidak sampai sejam, ada bapak
bapak berhati peri yang memberikan gue kursinya. Mungkin bapaknya kasihan, ni
mbak mbak apa tiang listrik Waduk Pluit? Alhamdulillah...Dua jam kemudian, gue
sampai di Jogja.
Oh NOOO!!! 5 jam adalah
waktu yang kita habiskan untuk perjalanan berangkat saja!! Mentari mulai terik
dan kita bergegas mencari bis ke PARIS. Bukan, gue bukan ingin menyaksikan
betapa megahnya Eiffel Tower, tapi gue ingin mampir sebentar saja di pantai
Parang Tritis dan melihat gurun di Gumuk Pasir biar kayak di Mesir. Tapi, apa
dayalah...manusia boleh merencanakan, Tuhan boleh menentukan dan orang lain
boleh memberikan komentar. Di tengah perjalanan, karena jam sudah menunjukkan
pukul 12 dan perjalanan untuk mencapai pasir abu abu itu masih sejaman lagi,
Angga berbisik :
“Mey, dewe keentekan
wektu ki ra nyandak nak meh ning Parang Tritis...dewe midun wae.”
Yang kalau dibahasakan
persatuan adalah kita nggak punya waktu lagi. Kita turun saja di sini dan putar
balik.
Kita turun. Kita tak tau
arah. Dan Mbak Vica mulai lapar. Gue nggak bawa Snickers. Angga nggak punya
Snickers. Akhirnya, kita bertiga berhenti di warung Sego Kucing walau pun gue
nggak liat kucing satu pun. Dari sini gue mendapatkan pelajaran hidup nomor 110
:
“WHEN YOU GET LOST, EAT. WHEN YOU GET ENERGY, THINK. WHEN YOU THINK, YOU WALK IN THE RIGHT PATH!”
Yang paling gue suka dari
Jogja adalah makanannya, terlebih lagi harga dari makanannya. Tiga bungkus nasi
rames tambah tiga es teh dan 2 gorengan hanya dihargai 17 RIBU sajaaa!!!!!!
Indahnya hidup ini, Tuhan....
Bener. Begitu kenyang,
Angga bisa berpikir dengan benar. Pada akhirnya, kita banting setir menuju
Museum Dirgantara yang terletak di di ujung Kabupaten Bantul perbatasan dengan
Kabupaten Sleman dan tepatnya berada dikomplek Pangkalan Udara TNI AU
Adisutjipto Yogyakarta, tidak jauh dari jalan raya rute bus Yogyakarta Solo
dengan cek point SD Angkasa. Jarak dari pusat kota kurang lebih 6 kilometer ke
arah timur.
Naik taksi adalah pilihan
yang paling benar, walau kita harus membayar mahal untuk itu. 50RIBU!! Ini
makan sama taksi aja jauh mahalan taksi. Tapi, nggak papa. Setelah jalan sejauh
mata memandang, akhirnya kita bertiga sampailah di pintu masuk Museum
Dirgantara.
Museum Pusat TNI AU
"Dirgantara Mandala" adalah museum yang digagas oleh TNI Angkatan
Udara untuk mengabadikan peristiwa bersejarah dalam lingkungan TNI AU,
bermarkas di kompleks Pangkalan Udara Adi Sutjipto, Yogyakarta. Museum ini
sebelumnya berada berada di Jalan Tanah Abang Bukit, Jakarta dan diresmikan
pada 4 April 1969 oleh Panglima AU Laksamana Roesmin Noerjadin lalu dipindahkan
ke Yogyakarta pada 29 Juli 1978.
Alamat Museum, Komplek
Pangkalan TNI AU Lanud Adisutjipto, Yogyakarta Telp. 0274 - 484 453, Jam
Kunjungan: Senin - Minggu 08.30 - 15.00.
Hanya dengan membayar
10RIBU saja untuk 3 orang, kita sudah bisa memanjakan mata dan otak dengan
buanyaaaaak hal hal yang berhubungan dengan kemiliteran dan Angkatan Laut.
Banyak sekali ruangan yang berisi jenis benda yang berbeda. Ini
diaaaaaaaaaa :
Ruang Utama, memuat
koleksi lambang TNI-AU beserta jajarannya, Para Pahlawan Nasional dari TNI- AU,
foto Kepala Staf TNI AU dan para tokoh penerima Bintang Swa Bhuwana Paksa,
serta tanda-tanda kehormatan militer.
Di ruang kehormatan, posenya harus hormat!! |
Anakmu pasti bangga padamu, Pak!! |
Ruang Kronologi, yang
menggambarkan sejarah perjuangan dan perkembangan TNI-AU mulai dari Proklamasi
Kemerdekaan RI tahun 1945.
Ruang Seragam TNI AU, di
ruangan ini memuat Berbagai seragam yang pernah digunakan TNI AU sejak tahun
1945 hingga saat ini.
masnya ganteng ganteng. |
Ruang Kotama dan Ruang
Kasau, memuat koleksi dan benda-benda yang berkaitan denagan Kotama di ajaran
TNI-AU, diantaranya; Korpaskhasau, Kodikau, AAU, Seskoau, Koharmatau, Koopsau,
Kohanudnas dan perkembangan Sekolah Penerbang TNI Angkatan Udara serta
barang-barang dan benda yang pernah dipakai oleh Para Mantan Kasau.
Ruang Alutsista, memuat
koleksi alat utama system senjata udara yang pernah digunakan oleh TNI-AU dari
tahun 1945 hingga tahun 1970-an berupa pesawat, radar, peluru kendali dan
roket.
Ruang Diorama
,menampilkan perkembangan dan berbagai kegiatan TNI AU, serta SKSD Palapa .
miniatur pesawat berterbangan. |
Ruang Minat Dirgantara,
memuat tentang lambang-lambang skadron udara dan jenis pesawat pendukungnya,
Pesawat Starlite serta koleksi buku-buku terbitan TNI-AU.
Jelas, ruangan yang
paling gue suka adalah hangar berisikan macam macam pesawat ini. Ini sebenarnya
bukan pertama kali gue berkunjung di sini. Dulu, saat gue masih SD, gue pernah
study tour ke sini sebelum akhirnya gue melanjutkan langkah ke Parang Tritis
dan Prambanan.
Inilah hangar, tempat favorite kita seantero Museum!! |
Museum Dirgantara, 2002!! TEBAK GUE YANG MANA??? |
Museum Dirgantara, 2014 dengan pose yang sama. |
Tiga petualang! |
Gue naik ini rencananya sambil nyanyi Perahu Kertas. "Dan ku bisa dengan radarku menemukanmu..." |
It's damn awesome!!!! |
Dan pada akhirnya, cita cita terpendam Angga bisa sedikit terobati. PILOT!!! |
Nggak sia sia benar gue
jauh jauh datang ke sini. Orang ke Jogja, berkunjung ke pantai pantai, Goa
Pindul, Taman Sari atau Malioboro itu sudah mainstream. Tapi kalau orang
berkunjung ke Jogjakarta dan meninggalkan jejak di museum museum serupa museum
Dirgantara, itu baru anti-mainstream!!
Dari sini juga gue
akhirnya bisa bikin tebak tebakan.
“Kapal...kapal apa yang
bisa terbang??”
Jawabannya ditulis di
kolom komentar ya....
Eits, tapi..ini belum akhir
perjalanan kakak. Setelah ini, gue bersama Angga dan Mbak Vica akan berkunjung
ke museum lagi. Tapi, museum ini nggak sembarang museum! Gue harus benar benar
mencermati apa yang gue lihat. Gue hayati lekat lekat. It’s just damn
awesome!!! Tunggu yeeeee...
References :
http://tni-au.mil.id/content/museum-pusat-tni-au-dirgantara-mandala
http://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Pusat_TNI_AU_Dirgantara_Mandala
http://tni-au.mil.id/content/museum-pusat-tni-au-dirgantara-mandala
http://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Pusat_TNI_AU_Dirgantara_Mandala
Buahahah aku ngakak liat GIF-nya.
BalasHapusBerasa ada penampakan muncul di sebelahku. *kabur*
Btw meyk, ehm, ada beberapa yg salah ya.
Terminal Tirtonadi meyk, bukan Giwangan.
Angkatan Udara meyk, bukan Angkatan Laut.
*benerin kacamata*
Baru tau ada museum sekeren ini di Yogya. Kalo ke Yogya nanti disempatin mengunjungi.
BalasHapusYogya bunya museum sekeren itu. Ahhhh, nambah daftar kunjungan gue ah...
BalasHapusSemua kisahnya emang buat gue ngiri. "Iyaaa... gue ngiri."
Huwalaaaa.. setiap kali ke yogya ga pernah dateng ke museum kayak gini. aku ingin.. aku ingiiiin.. :D
BalasHapusHuwalaaaa.. setiap kali ke yogya ga pernah dateng ke museum kayak gini. aku ingin.. aku ingiiiin.. :D
BalasHapusKakak sering traveling dan cerita serta lokasinya keren abis.
BalasHapusIhdihhhh kok seru banget tuh kayaknyaa ngelihat pesawat dari deket dan rupa-rupa baling-baling helikopter yang kadang terlihat bengkok kebawah menahan beban..
BalasHapusDulu pas aku mau renang di kompleks TNI AU di Juanda dan ternyata aku nyasar di kodimnya dan aku ngelihat ada helikopter rusak diparkir di salah satu sudut taman aja udah seneng banget luar biasa. Juga pas aku lihat pangkalan Juanda dari pinggir kali yang membuat aku bisa leluasa ngelihat pesawat kecil-kecil yang terbang dan mendarat aja udah gemeteran. Lahini di musiumnya lengkap dengan sejarahnya, waah makin makin bersensasi aja rasanyah. Dari dulu aku suka nontonin pesawat :D hehe
Kapankapan kalo ke jogja aku harus ke musium Dirgantara.
Catet-catet nambah daftar kunjungan wisata kalo suatu haru ke jogja
BalasHapus