Debur ombak lamat lamat terdengar dari pucuk pandang. Makin mendekat, terjangan ombak makin mengalun tanpa henti. Byurrrrr....byurrrr...begitu kira kira bunyinya. Ufuk masih biru mempesona dan pagi belum sepenuhnya merajai. Gimana tidak? Ini masih jam 5 pagi!!! Bahkan, gue bisa menjamin gue dan Ita adalah pengunjung pertama hari itu, 25 Desember 2014. Sebelum gue benar benar berjumpa dengan gulungan gulungan air berpasir hitam halus, mata gue sudah terhipnotis oleh jajaran pohon cemara udang yang menutupi bibir pantai, seakan tak rela untuk diintip. Gue dan Ita harus masuk ke dalam rimbunan pohon yang ujungnya saling berpelukan satu sama lain dengan sangat romantis menyisakan serupa lubang laksana gua di antara pohon pohon yang bertautan. Itulah mengapa orang Bantul menamainya dengan Pantai Goa Cemara. Pohon pohon cemara bersatu padu dengan begitu harmonis membentuk goa.
Lamat lamat gue dengar :
“Eh, cemara udang aja berpelukan masa kamu nggak??”
“Ah, suara apa itu?” Gue menoleh kanan dan kiri, belum ada orang.
“Ta, kamu dengar suara sesuatu nggak?” Gue mencoba mencari jawaban.
“Iya, Mey, aku mendengar alunan deburan ombak yang bergulung gulung mencium bibir pantai...”
“Huwahahahaha....ombak dan pantai aja ciuman masa kamu nggak?”
“Buset!!!” Gue kembali celingukan mencari sumber suara.
“Ta, pantainya angker nggak sih kita ke sini subuh subuh gini?”
“Nggaklah...apaan sih? Suara apa? Paling cuman perasaanmu aja...”
“Owh, jadi itu tadi yang bilang perasaanku aja?”
“Heem...”
Belum sempat gue berdiskusi lebih lanjut tentang suara misterius itu, gue mematung di lobang gua raksasa. Ini awesome!!! Ini benar benar awesome!!!!
Kadang hal yang tidak direncanakan bisa jadi lebih spektakuler. Mana gue tahu kalau gue akan nginep di rumah Ita. Pada awalnya gue ke Jogja bersama Angga dan Mbak Vica dengan mengemban misi one-day trip. Dari rencana awal kita pergi ke Pantai Parangtritis, di tengah jalan Angga membanting tujuan ke museum saja karena terganjal waktu. Dan akhirnya kita melangkahkan kaki ke dua museum eksotis, yaitu Museum Dirgantara dan Museum Affandi. Di museum Affandi, jam sudah menunjukkan hampir jam 3. Hati gue berdesir setiap kali melihat lukisan pantai dengan ombak bergulung gulung menghantam badan kapal.
“Gue tidak boleh hanya berhenti di sini. Gue sudah berjanji kepada diri sendiri untuk bisa menjamah pantai di akhir tahun ini. Gue sudah berjanji ingin meliuk liuk di pasir halus berlatar belakang air berdesir.”
Lalu, gue ingat Ita. Ita adalah teman virtual gue. Kita dikenalkan lewat tulisan. Saat itu gue mengikuti lomba menulis cerpen bertajuk Cinta Terpendam dan gue berhasil menyabet juara kedua. Tak dinanya, di antaranya penulis penulis itu adalah Tri Puspitasari atau Ita. Dari facebook, pertemanan kita berlanjut ke whatsapp dan BBM. Ita juga sempat menelepon gue. Dari situ gue tahu kalau rumah Ita hanya berjarak selama 10 menit saja dari Pantai di daerah Bantul. Lalu, Angga menyalakan lampu Philips di atas kepala gue sebelah kanan.
Gue SMS.
“Itaaaa....q di jogja nihhh kmu sibukkah?”
Dan gayung bersambut, Ita secepat kilat menjawab SMS gue.
“Hari ini aku nggak begitu sibuk kok. Jam 13 ada ngumpulin kerjaan, lanjut ketemu tmn kkn, habis itu free kok, hehe.”
Gue goyang dumang.
“Owh I see kalau misalnya aku nanti bobok di rumahmu boleh nggak Ta?? Kamu bawa motor nggak? Kalau nanti kita liat sunset di pantai terus besok pagi liat sunrise di pantai bisa Ta??”
Gue ngetik kayak orang kesurupan.
“InsyaAlloh bisa Mey..aku juga udah bilang mamaku kok...”
Gue goyang itik. Memang, bakat terpendam gue penyanyi dangdut.
Akhirnya setelah gue dan Ita fixed ketemu di Chacha milkshake deket toko Bata di Gejayan walau sumpah Gejayan itu kayak apa gue belum ngerti tapi bodo amat, gue mengutarakan hal ini kepada Angga.
“Ngga, aku nggak ikut pulang. Aku mau nginap di rumah Ita..”
“Ita siapa?”
“Temen sama sama penulis.”
“Owh...udah pernah ketemu?”
“Hehehehe....nanti juga ketemu. InsyaAlloh aku nggak lupa wajahnya...”
“Uwhattttttttt??? Terus mau nginep gitu?”
“Ya, namanya juga usaha...”
--
Pada akhirnya keinginan gue yang menggebu gebu akan pantai membuat otak gue kreatip. Dan yang paling bikin seneng lagi adalah sehari setelahnya gue akan bertemu dengan sahabat sahabat gue yang masih menetap di Jogja. Yeaaayyyyy!!!
Saat Angga dan Mbak Vica turun di rumah temanmbak Vica, gue melanjutkan perjalanan ke lokasi pertemuan. Setelah membayar taksi, gue masuk di salah satu tempat hang out bernama Chacha. Saat gue masuk, waduh...pengunjungnya pake jilbab semua. Mana gue lupa tanya Ita pake baju apa. Gue berasa udah kayak kencan buta, sebuta butanya. Gue liatin muka jilbaber satu per satu udah kayak anak ilang. Gue duduk sejenak untuk berpikir jernih, dan seketika jilbaber tepat di depan gue berdiri.
“Meykke ya??”
“Ita ya???”
Gue dan Ita lalu berpelukan. Tinggal maju majuin perut abis berpelukan, gue dan Ita udah kayak Teletubbies. “Tinky Winky, Dipsy, Laaaala, Poooooo!”
Pertemuan pertama dengan Ita. |
Bersama teman KKN Ita, juga baik hatinya. |
Lalu, gue, Ita dan salah satu teman KKNnya (maaf, lupa namanya...aku mah apa atuh -.-) bercerita tentang banyak hal seputar kesibukan sehari hari.
Magrib akan datang dan gue bersama Ita menuju Bantul. Dan itu....jauuuuuuuuuuuuuuuuuuuuh bingit. Waktu sampai, gue liat pantat gue tinggal setengah.
Ternyata bukan hanya Ita yang baik hatinya, Ayah dan Ibunya pun dengan tangan terbuka menerima butiran debu ini untuk menginap barang sehari demi obsesinya melihat pantai yang terlampau meletup. Sebelum tidur, bersama Ita dan Ibunya gue nonton TV bersama dan membicarakan banyak hal juga. Terimakasih Ayah dan Ibu Ita. *sungkem
Satu yang gue lupa, gue juga manusia. Gue pulang tanggal 22 Desember sore dari Jakarta naik kereta jugijagijugijagijug. Keesokan harinya gue langsung renang di Muncul bersama keluarga yang dinginnya membekukan hati, udah gitu gue dan adek gue kehujanan naik sepeda motor karena mobilnya nggak cukup. Tanggal 24 Januarinya gue langsung pergi subuh subuh dan menempuh perjalanan berliku selama 5 jam via bis menuju Jogjakarta.Gue terus jalan dan bergerak sampai akhirnya bertemu Ita dan menempuh perjalanan lintas Kabupaten dari Jogja menuju Bantul di ujung magrib. Bisa ditebak apa yang terjadi selanjutnya. Gue masuk angin. Gue masuk angin di waktu yang sangat sangat tidak tepat.
Hidung gue mulai bumpet separo, lalu semuanya. Kepala gue mulai pening separo, lalu semuanya. Gue miring ke kanan, lubang hidung kanan gue penuh. Gue miring ke kiri, lubang hidung kiri gue penuh. Gue terlentang, kedua lubang penuh. Gue mau tengkurap, takut rumah Ita kebanjiran. Gue serba salah dan gue nggak bisa tidur sampai jam 2. Tiba tiba Angga BBM gue.
“Meyyy, aku baru sampai rumah sekarang!!”
“Uwhaaaattt??? Kok bisa???”
Alkisah ternyata di malam Natal, bis penuh sesak. Bahkan, karena Angga start dari Jogja pukul 7.30 malam, dia kehabisan bis. Dia harus berputar ke Solo lalu ke Salatiga. Dan tak tanggung tanggung, untuk kembali pulang dia harus menempuh perjalanan selama 7 jam!! Ini sebanding dengan naik kereta dari Pasar Senen, Jakarta menuju Stasiun Tawang, Semarang.
“Sabar ya Ngga, hidup memang penuh dengan hal tak terduga.” Ucap gue, mencomot pelajaran hidup nomor 67 sambil minum Tolak Angin. Gue bahkan sudah minum 5 bungkus.
--
“Mey, bangun Mey...”
“Alah....”
“Udah subuh Mey, bangun...”
“Alaaaah..”
Setelah Ita berjuang sekuat tenaga untuk membangunkan gue, akhirnya gue dan Ita menuju ke surga dunia di batas subuh. Bahkan, saat gue berangkat, jalanan masih gelap. Ya jelaslaaah, itu masih 4.30!!!
maksut hati gue pingin kayak model, tapi setelah gue liat liat lagi gue cenderung kayak penampakan. |
Gue dan Ita kembali mengarungi jalanan yang membelah sawah sepanjang mata memandang. Sawah dimana mana. Ita terus melaju dan gue dengan guratan wajah lelah namun penuh kegembiraan. Sedikit lagi, gue akan menyapa Pantai Selatan. Gue sudah menunggu moment ini dari jauh jauh hari. Kebahagiaan gue meletup letup.
Sekitar 15 menit, gue sampai.
source |
Pantai Goa Cemara!! Tak perlu lagi banyak babibu, gue merangsek masuk ke hutan cemara udang dan menatap penuh kerinduan pada ombak yang bergelombang dengan ufuk kebiruan pucat.
Pantai Goa Cemara berlokasi di dusun Patehan, Gadingsari, Sanden, Bantul. Pantai ini berjarak kurang lebih sekitar satu kilometer di sebelah timur Pantai Kuwaru atau sekitar 30 km di selatan pusat kota Jogja. Seperti halnya pantai-pantai di daerah Bantul lainnya, pantai ini mempunyai pasir berwarna hitam dan berombak besar. Akan tetapi, di pantai ini tidak begitu banyak dijumpai warung makan dan wahana seperti di Pantai Kuwaru. Bangunan yang ada di kawasan pantai ini hanyalah bangunan semi permanen yang dibangun penduduk untuk berjualan. Hal ini menjadikan pantai yang banyak ditumbuhi pohon cemara udang lebat ini terlihat sepi dan damai. Di sekitar pantai ini juga banyak dijumpai tanaman jenis ubi jalar, seperti ubi biru, ubi kuning (madu), dan ubi putih.
Yang paling menyenangkan buat gue adalah gue tidak perlu membeli tiket masuk alias GRATIS!!! Katakan sekali lagiiiii??? GRATIS!! Ke pantai eksotis di batas subuh dengan gratis. Apa lagi yang lebih membahagiakan daripada ini?
Setelah merangsek masuk hutan cemara, it is damn awesome!!! It is awesooooome!!!
Tepat di pelupuk mata, gulungan air berkejaran menjilat pasir hitam eksotis yang sehalus gula. Tampak di batas pandang langit masih membiru pasi dengan semburat jingga yang lamat lamat tampak, seakan memberi tanda raja siang akan merekah. Pasir berdesir dengan gulungan besar yang menghempas pinggiran.
Tepat di pelupuk mata, gulungan air berkejaran menjilat pasir hitam eksotis yang sehalus gula. Tampak di batas pandang langit masih membiru pasi dengan semburat jingga yang lamat lamat tampak, seakan memberi tanda raja siang akan merekah. Pasir berdesir dengan gulungan besar yang menghempas pinggiran.
Kini, gulungan gulungan itu tepat di bawah telapak kaki dan semburat indah itu tepat di depan retina.
“Ya Allah, Terimakasih.....pantai pantaiiiiiiiiiii...” Dengan sekejab gue sudah membuka lengan lebar lebar, menangkap angin banyak banyak dan menghirup udara pagi dalam dalam. Ini lebih dari sekedar indah. Ini....... maha cantik subuh di bentangan kilahan air menggulung saling mengejar.
I am here, Pantai Goa Cemara-Jogjakarta!!!!!
Gue langsung menghambur ke ombak ombak yang gue rasa lumayan besar. Gue layangkan pandang ke arah kanan, kiri dan depan. Air bergejolak tiada henti. Gue merentangkan lengan gue sambil dalam dalam menghirup udara kota Bantul biar kayak soundtrack film. Susah. Gue lupa, gue lagi pilek. Gue terus menggambar jejak kaki gue ke pasir basah dan ombak terus menghilangkannya. Gue pingin melakukan ‘maju mundur cantik’ seketika, tetapi langkah gue terhenti. Boro boro cantik, bahkan gue belum mandi dan baju yang gue pake masih baju kemarin. Untung gue tidur dipinjemin baju sama Ita. Ita laksana ibu peri.
Gue dan Ita lalu membidik masa masa indah kebersamaan kita. Pictures freeze moments, remember??
Pantaiiii, come to ummiiiiiii!!!!! Aaaaaaaakkkk!!! |
Buku inilah yang menjadi jembatan pertemuan gue dan Ita. |
Beberapa menit gue duduk
di pinggir pantai dan menatap lekat lekat tiap ombak yang datang. Langit, pelan
tapi pasti merekah putih dengan bulatan penuh sinar yang bersiap menukik.
Pantai dan langit. Dua hal yang benar benar gue cintai. Gue pingin banget suatu
saat gue bisa duduk duduk doang di tepi pantai yang pasirnya putih, airnya
jernih, anginnya sepoi sepoi, mentarinya nggak garang dan banyak coralnya.
“Ta, apa persamaan ombak
sama kenangan masa lalu?”
“Apa Mey?”
“Mereka, bergulung
mendekat dan surut menjauh..mereka berkejaran datang dan pergi...mereka
berjumlah tak terhitung, menjilat lalu menghilang...hanya berputar putar dan
kembali ke tempat yang sama...pantai...hati. Tak peduli seberapa keras kita
menuliskan sesuatu di bibir pantai, toh begitu ombak menyapu, hilang...Tak
peduli seberapa keras kita merajut masa sekarang, toh begitu kenangan melanda,
butiran debu...”
“Mey, kamu curhat??”
“Nggaklaaaaah, gilak
kamu..masa iya aku...aku baca dari buku Sejarah waktu SMP.”
“Owh...kirain. Abisnya
ngomongnya kayak nggak napas. Semacam nyesek.”
“Ita, ayo kita lanjutkan
perjalanan kita!”
Perjalanan gue jelas belum berhenti sampai di sini. Setelah menyaksikan terjangan ombak di ambang Subuh dengan rekahan langit di ufuk timur, gue dan Ita masih ingin menikmati hidup berselimut pohon pohon cemara. Hutan cemara yang ada di bibir pantai memang sangat sayang untuk dilewatkan. Tanpa babibu, gue dan Ita langsung berbagi tugas antara model
Judul foto : "Selamat Tinggal Masa Laluku.." |
Judul : "Selamat Datang Masa Depanku." |
Bisa banget kalau pas panas ngadem di sini... |
Ciluuuuuk....BAAAAAA!!!! |
"Nyante sek ben ra seteres..." |
Pohon pohoooooooooooon...I feel freeeeeeee!!! |
Gue : "Ita, apakah perjalanan ini sudah selesai??"
Ita : "Apa?? Cuman gini?? Nggaklah Meykke...Setelah ini kita akan merayapi tangga demi gulungan ombak bersatu padu dengan permadani hijau buatan Tuhan..."
Gue : "What is that??"
Ita : "A tower..."
Dan ternyata, ini juga pertama kali dalam hidup gue, gue naik sebuah menara jadoel yang mengantarkan gue akan pemandangan super indah...
Gue naik ke sini...
Lalu, apa yang akan gue saksikan dan lakukan??
Apakah gue akan flying fox??
Atau bungee jumping??
Apakah gue tambah masuk angin?
Apakah gue tambah masuk angin?
Let's see....
Dari sini juga, gue baru menyadari satu hal yang sangat penting bagi hidup gue...Ini penting banget...
Dari sini juga, gue baru menyadari satu hal yang sangat penting bagi hidup gue...Ini penting banget...
GIF-nya lucu kak. Perjalananya seru gitu. Terus kenapa bukunya jadi jembata pertemuan, ya.
BalasHapusKesannya pantainya gloomy gitu ya :D
BalasHapusNice trip kak Mey,
BalasHapusKeren banget nih kayaknya
BalasHapusAsli baca tulisan ini gue langsung mendengar sesuatu
BalasHapus"Mereka aja bisa saling bertemu masa lo engga bisa ketemu"
oh ini suara hati aja syukurlah gue kira blog lo angker gitu kak hhe... sumpah baca tulisan ini liat foto dan videonya ngebuat jiwa jalan2 gue semakin diujung tanduk, gue harus bergerak nih, masih banyak tempat yang keren kaya gitu pastinya... btw itu videonya air lautnya begajulan gitu kak, untung lo engga nekat sampe mau ketengah gitu karna belom punya pasangan ya hahaha =D asiklah liburannya pengen deh -_-
Keget lihat fotonya gerak2 haha kirain mataku bermasalah, ternyata beneran gerak.. Haha
BalasHapusWah mbak meyke jalan-jalan lagi.. Jujur saya salut sama mbak mey, karena saya baca blig ini sejak mbak mey masih kuliah, lulus dan sekarang kerja. Mbak mey adalah jenis orang petarung, selalu menantang diri sendiri untuk mewujudkan mimpi.. Jadi ingat duli mbak mey pernah nulis bucket list.. Pasti setengahnya udah terwujud ya? :D
Huwalaaa mbak.. bikin ngiler banget petualangannya. jadi nambah referensi baru nih. pantai goa cemara di Bantul. semoga aja widya juga bisa kesana. :D
BalasHapusBagus juga pantainya, Makin yakin sama kekayaan alam Indonesia
BalasHapussatu yang ganjel, lo bawa baju ganti ga tuh? kan rencana cuma one day trip :p
BalasHapuspantainya menurut gue, indah...
BalasHapusEnaknya jalan-jalan bareng temen, bikin ngiri nih :D
BalasHapusKapan-kapan ajak aku ya mbak :p
oantai subuh2 ??? keknya asik tuh ...
BalasHapusada sunrise nya y ???
Kak Mey baru perdana kah ke pantai gitu?? Gue kak guee perdana ke pantai baru seminggu yang lalu. Daan gilaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak, tiada henti gue bersyukur sama Tuhan udah dikasih mata, hidung, mulut, telinga, dan badan ini jadi bisa ngerasain nikmat-Nya. Hihihi.
BalasHapusKak mey berdua doang ke pantai, lah yang potoin siapa pas di pantai itu bisa buat video segala lagi. Hmmm hmmm.
Gak sabar baca tulisan selanjutnya dari destination sehabis pantai ini.
aku dulu sering tuh praktikum di sana. betewe di tengah - tengah tegakan cemara udang sering ada orang pacaran hahahaha
BalasHapusAku tadi kesana, ademm + asik deh tempatnya. Planning nya sih besok liburan kesana lagi ..
BalasHapus